Minggu, 25 Juli 2010

KEHIDUPAN ACEH YANG AGAMIS, ADIL DAN BERMARTABAT

Pola kehidupan masyarakat Aceh sejak zaman dahulu sudah diatur berdasarkan kaedah-kaedah hukum agama Islam. Pola kehidupan masyarakat Aceh di zaman dahulu dibagi dalam beberapa tingkat atau strata. Meskipun masyarakat Aceh mempunyai pandangan strata hidup lain, namun rakyat Aceh menyebut strata itu sama dengan golongan. Adapaun golongan yang dimaksud adalah, golongan rakyat biasa, hartawan, ulama/ cendikiawan, dan kaum bangsawan.

Golongan Rakyat Biasa

Golongan ini dalam masyarakat Aceh disebut dengan ureung lé (orang banyak). Dikatakan demikian karena golongan ini merupakan golongan paling banyak dalam masyarakat adat Aceh.

Golongan Hartawan

Golongan ini merupakan golongan yang senang bekerja keras untuk meningkatkan pengembangan ekonomi pribadi. Dari pribadi-pribadi yang sudah memiliki harta itu dibentuklah suatu golongan yang disebut dengan golongan hartawan. Golongan ini cukup berperan dalam hal menyumbang masyarakat kecil untuk meningkatkan kesejahteraan.

Golongan Ulama atau Cendikiawan

Golongan ini umumnya berasal dari rakyat biasa, tetapi mereka memiliki ilmu pengetahuan yang cukup menonjol. Namun dalam masyarakat Aceh golongan ini disebut juga sebagai orang alim. Orang-orang di golongan ini dalam kehidupan masyarakat Aceh dipanggil dengan gelar Teungku. Akan tetapi sapaan Teungku zaman sekarang ini sudah melebar menjadi sapaan hormat ke semua lelaki dewasa. Golongan ulama ini sangat berperan dalam masalah-masalah agama dan kemasyarakatan.

Golongan Bangsawan

Golongan bangsawan adalah golongan kerajaan. Zaman sekarang golongan bangsawan dapat dilihat dari garis keturunan Sultan Aceh. Dalam golongan ini dari garis keturunan perempuan disebut Cut dan garis keturunan lelaki disebut Teuku. Panggilan untuk teuku ini sering disebut dengan ampon.

Selain pembagian golongan di atas, sistem kemasyarakatan rakyat Aceh merupakan perwujudan dari beberapa keluarga inti. Keluarga inti yang dimaksud adalah kelompok masyarakat yang mendiami sebuah daerah yang disebut Gampoeng. Sistem sosial masyarakat Aceh berpedoman pada keluarga inti tersebut. Dalam setiap keluarga inti atau Gampoeng sudah tersusun lembaga-lembaga adat yang mengacu kepada mukim. Lembaga-lembaga adat itu sangat berperan penting dalam mengatur segala hal dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di Gampoeng/ mukim tersebut.

Dalam kehidupan masyarakat Aceh ada namanya hukum adat, yaitu hukum yang bersendi kepada syariat Islam. Penerapan hukum adat dalam kehidupan masyarakat Aceh tidak terlepas dari sendi-sendi agama Islam. Oleh karena itu adat dan hukum tidak bisa dipisahkan seperi hadih maja, “Hukôm ngoen adat lagee zat ngoen sifeut.”

Oleh karena itu jangan jadikan perbedaan sebagai permasalahan, namun jadikanlah perbedaan tersebut sebagai kebanggaan bagi masyarakat Aceh guna mewujudkan tatanan masyarakat Aceh yang agamis, adil dan bermartabat. Sehingga kondisi damai yang sekarang ini sudah terbina dengan baik bisa tetap terus dijaga dan ditingkatkan lagi.