Senin, 31 Mei 2010

HASAN TIRO BERMIMPI MATI JADI PAHLAWAN

Provinsi Aceh Paska konflik berkepanjangan yang disusul dengan bencana gempa dan tsunami serta lahirnya Mou Helsinky 2005 silam, telah menjadikan Aceh sebagai pusat perhatian dunia internasional. Nuansa damai yang kini mulai dirasakan masyarakat Aceh harus terus dipertahankan dengan segara menyelesaikan konflik-konflik kecil yang masih tersisa sesuai dengan Mou Helsinky.

Deklarator Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Hasan Tiro yang berkewarganegaraan Swedia merupakan tokoh dalam penandatanganan Mou tersebut. Diusianya yang ke 84 tahun Hasan Tiro sejak Oktober 2009 lalu berada di Aceh, namun selama keberadaannya di Aceh Hasan Tiro hanya diam membisu tanpa ada petuah-petuah pada masyarakat seperti sebelum lahirnya Mou Helsinky.

Sekarang ini kondisi Hasan Tiro sudah tua renta, penyakit paru-paru yang hinggap di tubuhnya menyebabkan dia terbaring koma di ruang ICU Rumah Sakit Umum Zaenoel Abidin (RUZA) Kota Banda Aceh.

Kenapa kritis sang Deklamator GAM tersebut tidak dirawat di luar negeri…? padahal sebelum sebelumnya dia sering melakukan pemeriksaan di luar dengan anggapan bahwa peralatan kesehatan di luar lebih canggih dibandingkan dengan peralatan yang ada di Indonesia (Aceh).

Apa maksud dibalik ini semua …?

Apakah Sang Wali ingin menghembuskan napas terakhirnya di Aceh, supaya dianggap sebagai pahlawan, atau…………..?

GUBERNUR ACEH MENDEWAKAN INVESTOR

Tanggal 29 Mei 2010 merupakan peringatan hari tambang se-dunia, yang berarti bahwa kegiatan pertambangan merupakan sebuah momok bagi seluruh masyarakat dunia internasional karena mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup.

Di Aceh. Persoalan tambang juga menuai banyak masalah. Kasus pertambangan biji besi di kecamatan Lhoong Aceh Besar yang melibatkan perusahaan PT. Lhoong Setia Minning (LSM) telah mengakibatkan kerugian yang besar di masyarakat, ekploitasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut telah mengakibatkan rusaknya lingkungan, tercemarnya udara, dirampasnya tanah masyarakat dan gangguan kesehatan.

Di daerah lain, kasus serupa juga terjadi di manggamat, Aceh Selatan. Kali ini melibatkan PT. Pinang Sejati Utama (PSU). Tentu saja dampak yang dirasakan masyarakat juga sama seperti masyarakat yang berada di daerah Lhoong. Hal ini membuktikan bahwa kegiatan pertambangan bukan jalan keluar bagi pemenuhan kebutuhan kesejahteraan dan pembukaan lapangan kerja tetapi malah melahirkan konflik sosial baru di masyarakat Aceh.

Disisi lain kedua Perusahaan tersebut telah melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terutama pasal 3 yang berbunyi “Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup (poin b) dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat (poin e).

Sejauh ini Gubernur Aceh Irwandi Yusuf belum mengambil tindakan kepada PT. LSM dan PT. PSU padahal jelas-jelas kedua perusahaan tersebut sangat merugikan bagi masyarakat. Namun sebaliknya Irwandi Yusuf malah terkesan melindungi perusahaan yang jelas-jelas aktivitasnya telah merusak lingkungan. Seharusnya Irwandi Yusuf melindungi dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat bukan mendewakan investor luar demi kepentingan priobadi dan kelompoknya. “Jadi mana sebenarnya yang mau dibela, perusahaan atau masyarakat? Gubernur itu dipilih oleh siapa? masyarakat tidak perlu investor jika sama sekali tidak meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, justru yang meningkat adalah ekonomi bagi investor itu sendiri. Masyarakat cuma dapat dampak negatifnya saja.