Selasa, 21 September 2010

MENCARI DUKUNGAN POLITIK LEWAT BLANG PADANG


BLANG Padang alias blang luah adalah Umeung Musara (tanah wakaf) Mesjid Raya Baiturrahman yang tidak boleh diperjualbelikan atau dijadikan harta warisan dan tidak ada pihak yang dapat menggangu gugat status keberadaan hak miliknya.

dalam catatan sejarah, tanah Blangpadang yang seluas sekitar delapan hektare itu merupakan milik tentara Belanda (KNIL). Dalam Keppres yang dikeluarkan tahun 1960, disebutkan bahwa semua bangunan dan tanah yang dikuasai KNIL diserahkan ke ABRI (TNI), apalagi tanah Blangpadang sudah tercatat di Bagian Inventarisasi Kekayaan Negara dengan nomor 3101027 dan Departemen Keuangan.

Ketentuan tentang hak pakai bagi Lembaga Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah non Departemen, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota di diatur di dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Berdasarkan ketentuan tersebut maka jelas bahwa tidak ada satu Lembaga, Institusi, Instansi, Lembaga Negara yang bisa memperoleh sertifikat hak milik atas Tanah Blang Padang seperti halnya hak milik atas tanah yang dapat dimiliki oleh pribadi. Dan kalau ada Lembaga Institusi, Instansi, Lembaga Negara, yang memiliki sertifikat hak milik atas tanah seperti halnya hak milik atas tanah yang dapat dimiliki oleh pribadi maka perbuatan Lembaga, institusi, Instansi,atau Lembaga Negara termasuk perbuatan yang melawan hukum karena bertentangan dengan ketentuan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996.

Oleh karena itu kita hanya bisa mengelola tanah tersebut sesuai dengan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 dan ini sudah dilaksanakan oleh Kodam Iskandar Muda (TNI) dengan penanggung jawab adalah Penglima Kodam (Pangdam) yang menjabat aktif saat itu.

Namun sampai saat ini Pemerintah Daerah Provinsi Aceh masih berkeinginan untuk mengambil alih tanah tersebut. berbagai cara terus dilakukan oleh Pemda Aceh gencar mencari dukungan dari seluruh masyarakat aceh dengan malakukan penipuan publik dimedia masa lokal, dimana setiap bupati dan walikota di seluruh provinsi aceh supaya memberikan dukungan tertulis di media masa. Selain itu adanya juga Pemerintah Daerah membuat Facebook untuk menggalang dukungan dari masyarakat Aceh.

Disisi lain ada suatu kecemasan dan ketakutan apabila tanah blang padang di kuasai oleh Pemda, ketakuatan ini muncul karena di lingkungan pemda sendiri banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang merugiakan masyarakat. bisa jadi tanah blang dialih fungsikan oleh pihak tertentu sebagai tempat bisnis demi kepentingan pribadi semata. klo itu terjadi maka itu akan menjadi mimpi buruk bagi seluruh masyarakat Aceh.
Dengan demikian janganlah tanah blang padang di jadikan sebagai ujung tombak untuk kepentingan politik kelompok tertentu demi mendapatkan citra baik dimata masyarakat menjelang Pemilu tahun 2011 mendatang.
Sadar…. Sadar… Sadar….!!!!!

Rabu, 08 September 2010

MERDEKA DALAM KEDAMAIAN RAMADHAN

DUA momentum penting bangsa Indonesia bersamaan datang bulan Ramadhan tahun ini. Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-65 17 Agustus dan peringatan Kesepakatan Damai Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka 15 Agustus 2010 lalu. Proklamasi Kemerdekaan memang bagian yang sangat disyukuri demikian juga MoU Helsinki 2005 yang menjadi pijakan perdamaian di bumi persada.

MoU Helsinki dan Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan memang persoalan yang terpisah, namun sama-sama menyita perhatian dan korban. Jika MoU Helsinki lahir dari sebuah perjuangan panjang disertai musibah tsunami, perjuangan kemerdekaan juga mengorbankan jutaan patriot bangsa melawan kolonial. Yang pasti ada korban yang sia-sia dalam dua peristiwa bersejarah ini. MoU lahir dari buah pemberontakan ketidakpuasan perlakukan pemerintah Indonesia terhadap Aceh, Proklamasi juga lahir dari ketidakinginan dijajah dan diperintah bangsa lain. Bedanya, MoU buah dari tindakan melawan pemerintahan sendiri, Proklamasi buah perlawanan terhadap bangsa lain.

Mungkin siklus dua momentum penting jatuh pada bulan Ramadhan baru terulang puluhan tahun lagi. Maka, peringatan dua momentum sejarah Indonesia dalam bulan Puasa pantas mendapat perhatian penting dan serius. Saat lima tahun MoU Helsinki dan 65 Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI, masih banyak persoalan yang belum selesai. Persoalan itu telah mencuat sejak awal kemerdekaan antara lain, keadilan, kesejahteraan. Padahal cita-cita bangsa adalah mewujudkan adil dan makmur.

Dua momentum sejarah di bulan Ramadhan juga mengingatkan kita pada pengorbanan terutama hawa nafsu. Tidak mungkin perdamaian Aceh lahir jika nafsu masih menjadi panglima, demikian juga tiap mungkin kemerdekaan diraih jika tanpa persatuan dan ikatan batin karena logika bukan nafsu. Perspektif inilah yang melandasi dua perjuangan yang melelahkan itu. Aceh dilanda konflik hampir 35 tahun, sementara Indonesia dijajah Belanda juga hampir 350 tahun, suatu masa penjajahan yang sangat panjang.

Merdeka

Di hari Proklamasi ini tak adil jika masyarakat yang terus menuntut. Karena kekuatan negara ada pada rakyat. Pemerintah tak akan mampu bila rakyat tak mendukungnya. Saatnya saling introspeksi terhadap tanggungjawab masing-masing, sebagai negara dan rakyatnya. Bukankah Hubbul Wathan atau cinta tanah air adalah kewajiban rakyat terhadap negaranya? Baru ada arti kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang damai.