Rabu, 09 Maret 2011

Aceh Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia

Kedamaian di Provinsi Aceh sudah tercipta jangan lagi ada upaya untuk membuat suasana baru dengan mengingkari kesepakatan damai yaitu perjanjian MoU Helsinki. Adanya upaya sekelompok eks Gam yang ingin tetap memaksakan pengaruhnya terhadap masyarakat Aceh, dengan masih adanya kekerasan dan maraknya aksi kejahatan menggunakan senjata api ilegal untuk menunjukkan bahwa mereka masih ada. Kedamaian di Aceh sudah berjalan baik dan masyarakat menyambut gembira, karena sudah tidak ada lagi kekacauan di Aceh, sehingga masyarakat Aceh menjadi lebih aman dan tenang dalam beraktifitas diberbagai aspek kehidupan,sehingga fokus untuk berkarya memajukan Aceh dan tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kita berada di abad ke-21. Tidak lagi abad 20 yang meninggalkan jejak luka dan nestapa. Ketakukan atas konflik yang terjadi telah membawa penderitaan masyarakat bawah menjadi korban pemaksaan kehendak kelompok eks Gam dalam upaya melawan pemerintahan yang syah. Ketika senjata-senjata digergaji, lalu semua bidang berjalan normal, Aceh sekarang sudah bisa tersenyum, Aceh bagaikan seorang gadis yang sudah berusia akhir baligh, lalu menunggu lamaran setiap pria yang datang melirik. Kekayaan alamnya, keberagaman budayanya, serta harum bau kopi di Solong, telah membawa diskusi demi diskusi mengalir dengan penuh pesona.

Aceh kini sudah tertanam dalam medan kesadaran publik sebagai bagian yang sejajar dan setara dengan daerah-daerah lain di Republik Indonesia ini. Dalam beberapa tahun ke depan, Aceh memiliki tantangan dari sisi geopolitik. Bagaimanapun, Aceh memiliki kekhasan, yakni menghadirkan partai politik lokal dalam Pimilukada dan pemilu Nasional. Terdapat identitas ganda di Aceh, ketika sebagian besar pemilih memberikan suara ke salah satu partai lokal, lalu sebaliknya memberikan dukungan kepada partai nasional. Secara geopolitik juga akan ditentukan minimal dalam satu Pemilu lagi, apakah akan ada unsur dominan dalam politik Aceh ke depan ?. Apakah dominasi itu akan bertahan? Sudah saatnya Aceh dipimpin oleh sosok pemimpin yang berjiwa Nasionalis sehingga bisa memberikan pengertian kepada rakyatnya pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan dalam hidup berbangsa dan bernegara serta mengedepankan kepentingan bersama bukan kekuatan mayoritas lebih dominan dari yang lain. Ketika ada pihak yang dominan, namun tidak hegemonis, maka dinamika bisa dikendalikan. Stabilitas politik Aceh akan tercapai apabila yang memimpin Aceh mampu memberikan pemahaman kepada masyarakatnya untuk tetap komit pada NKRI, dan tetap mengenang para pahlawan yang telah gugur,dalam berjuang demi tetap tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari penjajah asing.

Peran serta tokoh agama di Aceh dalam pembangunan Aklaq dan budi pekerti yang mulia serta pemahaman agama Islam yang benar sangat penting disyiarkan kepada masyarakat, merosotnya moral dan pemahaman agama tidak terlepas dari peran serta tokoh-tokoh agama, apalagi Aceh merupakan Provinsi di Indonesia yang secara Khusus menerapkan Syariat Islam. Jangan sampai penerapan Syariat Islam diberlakukan di Provinsi Aceh tetapi dalam kehidupan sehari-hari tidak menunjukkan Syariat Islam. Bisa diambil contoh Adzan Magrib sudah berkumandang di serambi Mekkah ,namun apa yang kita jumpai di lapangan di kedai dengan santainya tidak mengindahkan seruan Alloh tersebut dan masih dengan asyiknya duduk dikedai kopi , apakah itu menunjukkan bahwa Syariat Islam sudah dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat Aceh....? bahkan di setiap rumah saja sudah tidak terdengar lagi suara-suara anak mengaji seperti dahulu. Pendangkalan aqidah siapa yang bertanggung jawab..? Oleh sebab itu penulis berharap banyaklah introspeksi diri jangan bicara terus akhirnya lupa diri. Bukan hanya pemimpin di Aceh saja yang memberika pemahaman terhadap masyarakat tetapi peran serta tokoh agama, tokoh adat dan kalangan akademisi sudah selayaknya melibatkan diri dalam pembangunan segala bidang di Aceh.

Songsong Pemilukada 2011 Mendatang dengan mengedepankan Domokrasi yang sejati , tetapi bukan pemaksaan Demokrasi terhadap masyarakat di Aceh.” Mari kita ciptakan kerukunan di Aceh jaga bersama kedamaian dan keamanan Provinsi Aceh yang indah dan sejuk ini dari orang-orang ataupun kelompok eks Gam yang ingin mengambil keuntungan dari penderitaan rakyat, jangan biarkan hal itu kembali lagi di Provinsi Aceh”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar