Jumat, 29 April 2011

Ancaman Gizi Buruk Sudah Mengerikan Di Aceh

Kasus gizi buruk yang sering ditutup-tutupi di Provinsi Syariat Islam ini, akhirnya terbuka. Mengutip pemberitaan media lokal Ternyata, kini lebih dari 200 ribu balita di Aceh menghadapi masalah gizi buruk. Sebagian besar di antaranya sudah sampai pada tahap yang semakin mengkhawatirkan. Artinya, jika tidak segera ditanggulangi, maka akan banyak balita di Aceh yang tumbuh bodoh dan merupakan ancaman loss generasi di masa datang. “Untuk itu, Pemerintah Aceh, DPRA dan Pemerintah Kabupaten/Kota bersama DPRK-nya perlu memberi perhatian serius terhadap balita di Aceh yang telah mengalami gizi buruk stunting,” kata ahli gizi Prof Dr Ascobat Gani MPH.

Ada tiga kategori gizi buruk. Yakni, katagori stunting (fisik penderita pendek dan kurus), wasting (penderitanya kurus), dan ketiga berat badannya rendah. Di Aceh, paling banyak berstatus stunting mencapai 208.823 orang (44,6 persen) atau berada di atas rata-rata nasional (36,8 persen). Sedangkan yang berstatus wasting 85.683 orang (13,8 persen) dan berat badan rendah 124.076 orang (26,5 persen). “Balita yang masuk dalam gizi buruk stunting itu, pertama disebabkan ibunya pada waktu mengandung kurang gizi, kedua kurang pemberian asi, dan ketiga kurangnya makanan tambahan.”

Kalangan ahli kesehatan masyarakat mengatakan, gizi buruk (malnutrisi) adalah masalah kesehatan yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Akan tetapi, merupakan tanggung jawab kita bersama.

Kita perlu tahu bahwa masalah gizi buruk bukanlah terjadi secara tiba-tiba atau mendadak. Ia merupakan suatu manifestasi prilaku gizi yang disebabkan secara langsung oleh ketidakcukupan asupan makanan. Kemudian, karena pengetahun masyarakat tentang bagaimana mendeteksi dini anak-anak yang mulai bermasalah gizinya, maka masyarakat harus diberi pengetahuan tentang tanda-tanda klinis yang menggambarkan keadaan gizi buruk pada balita. Misalnya, anak sangat kurus dan lemah, wajah seperti orang tua/bulat dan sembab, cengeng dan rewel (sering menangis), serta lainnya. Dengan mengetahui tanda-tanda klinis itu, maka diharapkan masyarakat sudah tahu harus segera berbuat apa dan kemana untuk memperoleh pertolongan dalam upaya menanggulangi masalah gizi tersebut.

Lalu, malnutrisi juga bisa disebabkan oleh masalah yang tak bersentuhan langsung dengan gizi. Misalnya, faktor ketersediaan pangan dan gizi yang kurang, faktor perawatan dan pola asuh anak yang salah, faktor pelayanan kesehatan yang di kalangan masyarakat bawah dianggap barang yang mewah, mahal dan terbatas, faktor prilaku dan budaya masyarakat dalam pengolahan, serta faktor lingkungan yang buruk yang tidak mendukung kesehatan anak balita.

Tapi, kehadiran JKA dalam dua tahun terakhir hendaknya telah dapat mengatasi persoalan utama terkait dengan gizi buruk, yakni pelayanan kesehatan.
Namun demikian, pada akhirnya, tetap saja diperlukan kesadaran kita untuk merasa bahwa upaya perbaikan gizi adalah tanggung jawab bersama serta pemerintah daerah dalam memantau kondisi masyarakatnya. Ditengah kehidupan yang mewah

para elit pejabat Aceh, masih ada kondisi masyarakat yang sangat memilukan yaitu kondisi gizi buruk.

Kondisi ini menunjukkan bahwa elit pejabat Aceh belum serius dalam memantau kehidupan masyarakatnya,dan belum mendengarkan aspirasi rakyatnya. Namun para pejabat saling sibuk bagaimana caranya terus berkuasa, ini jelas menunjukkan matinya hati nurani. Apakah hal ini akan terus dilanggengkan ..?. Marilah kita rakyat Aceh kedepan memilih pemimpin yang bisa mengemban amanah dan peduli dalam memajukan kehidupan masyarakatnya, dan bukan sebaliknya membuat kesenjangan yang memprihatinkan. Sambut Pemilukada Aceh 2011 dengan memilih pemimpin yang bisa mendengarkan aspirasi rakyatnya dan mempunyai hati nurani terhadap sesama.

Kamis, 28 April 2011

Wartawan Dianiaya Oleh Anggota KPA di Aceh

PIDIE, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Cabang Pidie, Rahmad Idris yang juga wartawan Harian Analaisa, dikeroyok sekelompok orang dari Komite Peralihan Aceh (KPA) Pidie Wilayah Padang Tiji.

Pengurus PWI Aceh mengecam keras tindakan itu dan mengarahkan agar kasusnya diproses secara hukum yang berlaku di Indonesia.

Pemukulan yang menimpa Rahmad Idris terjadi Selasa, 26 April 2011 sekitar pukul 17.00 di kawasan Padang Tiji, Kabupaten Pidie. Tersangka pelakunya beberapa oknum KPA Wilayah Padang Tiji. Selain dihajar dengan tangan kosong, Rahmad juga mengalami pemukulan dengan kayu bulat di bagian punggung.

Rahmad Idris, yang juga Ketua PWI Perwakilan Cabang Pidie menceritakan, pada Selasa 26 April 2011, sekitar pukul 14.00 WIB, dia bersama dua wartawan lainnya melakukan tugas liputan ke Kecamatan Padang Tiji untuk menindaklanjuti laporan petani tentang persoalan distribusi air irigasi di kawasan Rajui yang tidak merata.

Setelah mengumpulkan berbagai data lapangan, termasuk mewawancarai masyarakat, Rahmad cs kembali ke Sigli, ibu kota Kabupaten Pidie. Sesampai di Sigli, Rahmad menerima telepon dari anggota DPRK Pidie, Lukmanul Hakim.

“Pak Lukman menyampaikan pesan sama saya bahwa pukul 16.00 WIB, pihak KPA Sagoe Padang Tiji ingin bertemu saya bersama Kadis Kelautan dan Perikanan Pidie, Said Ramadhan,” kata Rahmad Idris mengutip pesan Lukmanul Hakim.

Tanpa curiga, Rahmad ditemani Kadis Kelautan dan Perikanan Pidie, Said Ramadhan dan didampingi Keuchik Husen serta Samsuddin, warga Sigli berangkat ke Padang Tiji dengan mobil memenuhi undangan KPA Sagoe Padang Tiji. Mereka bertemu di Balai Benih Ikan (BBI) milik Dinas Kelautan dan Perikanan Pidie yang jaraknya sekitar 300 meter dari pinggiran jalan nasional Banda Aceh-Medan.

Disambut Pukulan

Setibanya di BBI Padang Tiji, tiga orang anggota KPA telah menunggu dilokasi. Rahmad dan rombongan langsung turun dari mobil mendekati ketiga orang tersebut.
Tetapi, kata Rahmad, yang terjadi kemudian justru peristiwa tak terduga. Salah satu dari ketiga anggota KPA tersebut melayangkan pukulan ke arah kepala Rahmad Idris disertai kata-kata kasar dari seorang lainnya.

“Tidak ada wartawan-wartawan di sini. Kami akan sikat semua,” begitu pernyataan yang dilontarkan salah seorang pelaku yang menurut Rahmad orang tersebut adalah Wakil Sagoe KPA Wilayah Padang Tiji. Masih menurut Rahmad, selain melakukan tindak kekerasan dengan tangan kosong, oknum KPA juga menyerangnya dengan kayu bulat berukuran sekitar 2,5 meter yang sudah disiapkan. Kayu bulat itu diayunkan ke arah Rahmad secara membabibuta. Rahmad berusaha menghindar sambil melarikan diri.

Oknum anggota KPA yang memegang kayu bulat di tangan, parang, dan pisau di pinggang terus mengejar. “Ketika melarikan diri, saya terjatuh dengan posisi telungkup. Saat itulah, kayu bulat dipukulkan ke bagian punggung saya secara brutal,” lapor Rahmad. Melihat aksi pengeroyokan itu, Kadis Kelautan dan Perikanan Pidie, Said Ramadhan bersama pekerja BBI secepatnya melerai dengan cara merangkul seorang oknum KPA.

Setelah kondisi agak terkendali, Ketua KPA Padang Tiji yang kerap dipanggil Nagoya datang ke lokasi dan memerintahkan wakilnya pulang (keluar) dari lokasi BBI. Lima menit pasca-pengeroyokan, muncul anggota DPRK Pide, Lukmanul Hakim di lokasi kejadian. Lukmanul Hakim langsung meminta maaf kepada Rahmad atas peristiwa tersebut.

“Pak Rahmad minta maaf kepada saya karena beliau tidak menyangka kalau akan begitu kejadiannya. Beliau mengira diundang oleh KPA Padang Tiji untuk ngobrol saja,” ujar Rahmad mengutip pengakuan Lukmanul Hakim. Setelah kejadian itu, Rahmad bersama rekan-rekannya kembali ke Sigli dan menuju tempat praktik dr Dwi Wijaya di Sigli untuk memeriksakan kondisinya akibat pemukulan. “Bagian wajah dan pinggang saya memar,” kata Rahmad.

Diselesaikan

Ketua KPA Pidie, M Sufi yang akrap disapa Abu Chiek yang dihubungi Rabu (27/4) membenarkan kejadian pengeroyokan oleh anggota KPA terhadap Rahmad. Menurut Abu Chiek, setelah kejadian pengeroyokan itu, dirinya bersama Rahmad Idris sudah duduk bersama untuk mencarikan jalan penyelesaian terbaik.

“Kedua belah pihak telah menemukan solusi, bahwa kasus ini akan diselesaikan secara damai,” kata Abu Chiek. Ditanya apa sanksi yang dijatuhkan kepada anggotanya, menurut Abu Chiek tetap diproses secara hukum. “Apalagi memukul orang tanpa kesalahan yang jelas,” tandas Abu Chiek.

Mengecam Keras

Ketua PWI Cabang Aceh Tarmilin Usman melalui Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, Nasir Nurdin mengecam keras tindakan brutal berupa pengeroyokan oleh kelompok tersangka dari KPA Padang Tiji terhadap Rahmad Idris. “Kita sudah arahkan agar kasusnya segera dilapor ke polisi. Ini tak bisa dibiarkan, apalagi menimpa wartawan yang sedang menjalankan tugas profesinya. Ini bentuk arogansi dari kelompok tertentu yang patut diduga untuk tujuan intimidasi dan menghalang-halangi tugas wartawan. Kami mendesak polisi menangkap para pelaku karena dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 18 Ayat (1),” kata Nasir Nurdin didampingi Sekretaris PWI Cabang Aceh, Iskandarsyah.

Laporan terakhir yang diterima menyebutkan, Rahmad Idris sudah melaporkan secara resmi kasus itu ke Polres Pidie. Namun belum diperoleh konfirmasi resmi dari pihak kepolisian menyangkut tindak lanjut laporan itu. Sementara itu para wartawan yang tergabung dalam aksi Solidaritas wartawan, menuntut pertama pimpinan GAM/KPA memberikan pernyataan maaf kepada korban dan diberitakan di harian lokal maupun nasional. Kedua, membubarkan KPA mengingat organisasi tersebut ilegal dan tidak terdaftar sesuai peraturan yang berlaku.

Rabu, 27 April 2011

Waspadai Geliat Aksi Terorisme dan NII Di Aceh

Kehangatan dan kedamaian mulai terasa diseantero wilayah NKRI tidak terkecuali Provinsi Aceh Darussalam, akan tetapi rasa aman itu mulai terusik dengan munculnya kembali paham Negara Islam Indonesia (NII), beberapa kejadian dan peristiwa penemuan Bom menggunjang dan sangat mengejutkan kita semua.

Apalagi secara terang-terangan kelompok NII mendeklarasikan negara bayangan dengan tujuan untuk menegakkan syariat islam meski harus mengadopsi aksi kekerasan di dalamnya. Pihak-pihak yang ingin mengubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai orang-orang yang pikirannya keliru atau keblinger. Dengan pola pikir yang sederhana ini merupakan sebuah upaya gerakan bawah tanah yang ingin merongrong kedaulatan dan keutuhan NKRI, dengan tujuan akhir gerakan adalah perebutan dan pembagian kekuasaan.

Berapa banyak lagi darah harus mengalir sebagaimana telah dilakukan oleh para pejuang dan syuhada pada masa-masa perjuangan dulu, sebuah perjuangan yang dilakukan oleh seluruh anak Bangsa, tanpa memandang jabatan dan kedudukan semuanya bersatu untuk merebut dan mencapai kemerdekaan dari tangan para penjajah. Sampai pada titik klimaks diproklamirkannya Kemerdekaan NKRI.

Para pendiri bangsa termasuk para ulama, melalui pemikiran dan pertimbangan yang matang melalui perundingan-perundingan maka terbentuklah NKRI yang tercinta ini. Kemunculan kembali paham Negara Islam Indonesia (NII), sangat mengejutkan masyarakat. Apalagi secara terang-terangan kelompok NII mendeklarasikan negara bayangan dengan tujuan untuk menegakkan syariat islam meski harus mengadopsi aksi kekerasan di dalamnya.

Selain itu, saat ini aksi bom bisa terjadi di mana-mana baik di rumah ibadah (masjid atau gereja), di perkantoran, dan di rumah. Indikasi itu menunjukkan bahwa aksi teror dilakukakan oleh pihak yang menginginkan bangsa kita terbelah secara sosial, terpuruk secara ekonomi, dan akhirnya terprovokasi secara politik.Yang ditunggu semua orang saat ini adalah sikap tegas pemerintah, terutama aparat keamanan.

Dihadapkan dengan situasi dan kondisi Provinsi Aceh menjelang Pemilukada juga sudah mulai menggeliat, beberapa peristiwa dan kejadian pelemparan granat dan Bom Molotof dibeberapa tempat mulai terdengar, apapun tujuan dan indikasinya ini adalah sebuah bentuk teror rasa tidak aman untuk menakut-nakuti masyarakat bahwa Aceh tidak aman. Ini adalah cipta kondisi yang sengaja dimainkan oleh kelompok tertentu, untuk mengambil keuntungan demi mencapai tujuan mereka.

Saatnya kita sebagai rakyat Aceh yang peduli dan cinta terhadap Tanah Rencong untuk bersatu bersama semua komponen aparat keamanan, untuk menjaga kedamaian dan keamanan dari orang-orang ataupun kelompok tertentu yang ingin membuat kekacauan dan menggagalkan pesta Demokrasi Pemilukada Aceh 2011. Karena, ini sudah mengancam aspek ketahanan bangsa kita umumnya dan khususnya Tanah Rencong. Begitu juga dengan aparat intelijen kita harus lebih professional.

Peran Tomas,Toga, Toda

Bersamaan dengan itu, para pemuda, tokoh masyarakat, alim ulama dan para cendikia diminta mewaspadai bahkan melawan penjaringan yang dilakukan para aktor Negara Islam Indonesia (NII). Kami juga meminta masyarakat, terutama elemen pemuda seluruh Indonesia untuk proaktif melakukan aksi melawan terorisme dengan meningkatkan kewaspadaan, senantiasa berkoordinasi dengan aparat keamanan dan birokrasi bila melihat ada indikasi gerakan yang mencurigakan.

Jangan ada lagi toleransi terhadap siapa pun yang menjadi aktor di belakang tindakan biadab itu. Apakah dia agen asing, gerakan separatis, atau bahkan gerakan politik internal sekalipun, dengan motif apa pun. Kita masyarakat kecil tidak akan mendapat keuntungan dari sebuah pergerakan yang dilakukan oleh orang-orang ataupun kelompok tertentu ingin memisahkan diri dari NKRI. Apapun cara yang digunakan baik itu melalui pendekatan secara politik ataupun mengadopsi cara-cara kekerasan, yang paling rugi dan menderita adalah kita sebagai rakyat kecil.

Berbagai peristiwa yang lalu patut kita jadikan sebagai pengalaman yang berharga, kita sebagai rakyat kecil akan bergumul dalam penderitaan dan kelaparan dalam sebuah pertempuran dan akan tetap diam dan tinggal didaerah perang tersebut, sementara orang-orang atau kelompok tertentu yang memicu pertumpahan darah akan lari meninggalkan daerah ini.

Sekarang ini pola pikir yang harus kita kedepankan adalah bagaimana Pemilukada Aceh 2011 dapat berjalan dengan aman dan lancer. Dengan demikian dapat dihasilkan para Pemimpin yang betul-betul cakap, mempunyai jiwa Nasionalisme, Integritas tinggi, memegang amanah dan mampu menjalankan roda pemerintahan yang adil, arif serta bijaksana jauh dari kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.

Jangan sia-siakan kesempatan yang datang setiap lima (5) tahunan ini, mudah-mudahan mejadi tonggak awal bagi masyarakat Aceh khususnya untuk menujuh masyarkat yang adil dan sejahtera disemua aspek kehidupan yang lebih madani.

Selasa, 26 April 2011

Intimidasi dan Minta Jatah Fee Proyek Masih Marak Di Aceh

Intimidasi dan minta jatah fee proyek dari para rekanan dan kontraktor oleh kelompok tertentu masih marak dan hampir merata di seluruh Aceh. Hal ini merupakan tindakan kriminal dan harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.

Masyarakat seharusnya tidak takut adanya tindakan peremanisme yag dilakukan pihak tertentu dan melawan segala bentuk praktik intimidasi oleh kelompok tertentu yang ada di Aceh dan melaporkan kepada pihak aparat.

“Jika masih terjadi intimidasi segera laporkan kepada pihak terkait agar diproses secara hukum, sehingga proses pembangunan dapat berjalan lancar demi kepentingan masyarakat,” seperti pernyataan Wakil Gubernur Aceh.

Seharusnya Aceh sudah tidak ada lagi bentuk intimidasi dan permintaan jatah fee terhadap proyek di Aceh, karena itu merupakan tindakan ilegal sebagai penghambat pembangunan dan melaggar hukum. Kepada penegak hukum agar menindak pelakunya jangan tebang pilih, siapapun dia.

Selama ini di Aceh masih banyak perilaku tersebut ( jatah preman) yang dilakukan oleh eks Gam. Terkait masih maraknya kutipan dan intimidasi terhadap rekanan yang sedang melaksanakan proyek. Hal tersebut tidak boleh terjadi intimidasi dan minta jatah dari proyek kepentingan rakyat. Banyak laporan dari masyarakat tentang minta jatah dari kelompok tertentu, dimana nuraninya kelompok itu..? pembangunan itu untuk kepentingan rakyat dan kemajuan Aceh. Perilaku seperti intimidasi dan fee proyek sudah seharusnya di hapus, dan kita bersama membangun Aceh lebih baik lagi, dan tetap dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indoonesia. Mari kita jelang Pemilukada Aceh 2011 dengan memilih pemimpin yang bermartabat, mendengarkan aspirasi rakyat dan memikirkan seluruh rakyat Aceh, dan bukan pemimpin yang mementingkan kepentingan pribadinya dibandingkan rakyatnya.

Senin, 25 April 2011

Siapa Dalang Pengibar Bendera GAM

Suasana damai Aceh yang sudah lima tahun terakhir memenuhi relung-relung hati kita sebagai orang Aceh yang cinta damai, tiba-tiba terusik oleh sebuah kejadian yang kontraproduktif terhadap perdamaian. Peristiwa itu adalah pengibaran bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di areal persawahan Gampong Pulo Pisang, Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie. Sebagaimana diberitakan Harian Serambi Indonesia Minggu kemarin, bendera itu dipasang pada puncak tiang yang terbuat dari pelepah kelapa setinggi lebih kurang dua meter di sawah milik M Hasan (60), warga Gampong Pulo Pisang, Pidie. Ada tiga hal menarik dalam peristiwa yang mulai langka ini.

Pertama, momentum pengibarannya. Dilakukan secara tiba-tiba dan mengejutkan, tanpa ada kaitannya dengan momen yang berkaitan dengan histori perjuangan GAM. Misalnya, tidak dalam rangka milad GAM, juga bukan dalam rangka momen penting lainnya bagi GAM maupun RI.

Kedua, pengibaran bendera tunggal itu dilakukan secara terang-terangan. M Hasan selaku pemilik sawah, menyaksikan langsung ketika Sabtu siang itu, ia sedang membajak di sawah, tiba-tiba datang ke sawahnya Abdullah bin Basyah (60). Warga Gampong Paloh, Kecamatan Pidie itu mengeluarkan sehelai bendera berlambang “bulan bintang”. Bendera GAM itu kemudian dia pasang di ujung tiang pelepah kelapa sepanjang dua meter yang dia tancapkan di pematang sawah.


Ketiga yang menarik, begitu Abdullah memasang bendera GAM, M Hasan sebagai pemilik sawah langsung melarang, tapi tak digubris pelaku. Tak lama kemudian, M Hasan melapor ke polisi dan aparat kepolisian langsung turun ke lokasi. Selain mengamankan selembar bendera GAM berukuran 90 x 60 cm itu, polisi juga menahan pelaku untuk dilakukan penyelidikan.


Kita jadi teringat, dulu di masa konflik, pemasangan bendera GAM biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Seringnya dipasang pada malam hari. Tapi yang dilakukan Abdullah bin Basyah itu, pada siang bolong, sungguh kenekatan yang luar biasa. Yang juga makin menarik adalah, kalau dulu orang yang kebetulan melihat seseorang mengibarkan bendera GAM sangat takut untuk melapor ke polisi, karena nyawanya bisa terancam, kini malah berlaku sebaliknya. Karena masyarakat sudah sadar dan paham bahwa perjuangan GAM itu hanya mementingkan dirinya sendiri tidak memikirkan bawahannya, dan GAM itu sudah jelas melanggar kedaulatan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut penjelasan dari masyarakat mantan Kombatan GAM, saya hanya dijadikan alat saja dan mereka yang tinggal mengambil enaknya dan lupa kepada kami tegasnya.


Sebetulnya, inilah sisi positif perdamaian Aceh. Setiap pribadi masyarakat Aceh sudah tersedot pada arus utama perdamaian, sehingga begitu ia melihat ada tindakan yang potensial merusak perdamaian, ia langsung bereaksi. Dan adalah tindakan yang benar, ada seorang petani yang melaporkan orang lain yang nekat mengibarkan bendera GAM di pematang sawahnya.

Bukan saja karena petani itu tak ingin menanggung risiko seolah-olah ia pun mendukung pengibaran bendera GAM di tengah sawahnya. Tetapi yang lebih penting, pada dirinya sudah tertanam sebuah kesadaran bahwa setelah RI dan GAM berdamai di Helsinki pada 15 Agustus 2005, maka GAM tidak boleh lagi memakai maupun menunjukkan atribut atau simbol militernya.

Kesadaran seperti itu tegak sebangun dengan apa yang diatur di dalam Pasal 4.2 MoU Helsinki. Bahwa GAM diharuskan tidak memakai lagi seragam maupun menunjukkan emblem atau simbol militernya setelah penandatangan Nota Kesepahaman Damai. Oleh karenanya, apa yang dilakukan Abdullah dengan mengibarkan bendera GAM di tengah sawah M Hasan, jelas bertentangan dengan MoU Helsinki, juga bertentangan dengan UU Subversi.

Untuk itu, demi lestarinya perdamaian Aceh, tindakan pengibaran bendera GAM itu sangat kita kutuk dan disesalkan. Tapi yang tak kalah pentingnya adalah menindak pelaku seraya mengungkap siapa dalang utama di belakangnya. Jangan-jangan, damai Aceh memang sedang digembosi oleh kelompok yang yang ingin menodai perdamaian Aceh. Menjelang pelaksanaan pemilukad Aceh 2011 hendaknya keamanan dan perdamaian di Aceh harus tetap dijaga jangan sampai ternodai oleh ulah orang- orang yang tidak bertanggung jawab yang hanya menyengsarakan masyarakat. Mari kita bersama dukung pelaksanaan Pemilukada 2011 dengan tetap mengedepankan Perdamaian jangan sampai ada pemaksaan ataupun intimidasi dari siapapun.