Kamis, 27 Januari 2011

INDIKASI INTIMIDASI MENJELANG PEMILUKADA 2011

Banda Aceh, Seiring meningkatnya suhu politik di wilayah Aceh menjelang dimulainya tahapan Pemilukada 2011, hendaklah dapat disikapi dengan arif oleh semua pihak, termasuk penegak hukum. Sinyalemen adanya pelaku intimidasi yang memaksa rakyat untuk memilih kandidat tertentu, itu sudah merupakan bentuk kegiatan yang tidak bisa dibiarkan dan harus mendapatkan perhatian khusus dari penegak hukum dan harus ditangkap pelakunya. Tidak sepatutnya tindakan tersebut dilakukan oleh tim sukses salah satu calon kepala daerah atau kelompok yang memaksakan kehendaknya untuk memuluskan tujuannya.

Terkait dengan naiknya suhu politik menjelang tahapan Pemilukada 2011 di Aceh semua pihak harus bisa arif, bijaksana, jujur dan adil. Apabila melihat adanya indikasi adanya intimidasi agar rakyat segera koordinasi dengan pihak penegak hukum untuk ditindak lanjuti, mari kita dukung Pemilukada di Aceh ini bermartabat dan beraklaq baik sesuai dengan Syariat Islam, serta benar-benar berpihak kepada rakyat, jangan sampai menambah penderitaan kepada rakyat. Disinilah pentingnya peran seluruh lapisan baik itu tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok intelektual serta generasi muda untuk bisa memberikan yang terbaik demi kemakmuran rakyat Aceh.

Aceh merupakan satu-satunya Provinsi di Indonesia yang menjalankan Syariat Islam secara penuh dan kita ketahui bersama sejak dahulu Provinsi Aceh adalah Serambi Mekkahnya Indonesia. Kehidupan yang kental dengan nuansa Islami, dan hidup damai merupakan dambaan semua rakyat Aceh. Harapannya Pemilukada yang akan berlangsung tahun ini bisa berjalan dengan baik jujur dan adil serta berpihak kepada rakyat serta terciptanya pemerataan pembangunan di wilayah Aceh serta mentaati perundang undangan yang berlaku di negara ini.

Selasa, 25 Januari 2011

Kesenjangan Sosial Eks Gam / KPA Bisa Picu Konflik Baru

Dari hasil analisis dan pengamatan dibeberapa Kabupaten menyebutkan bahwa Provinsi Aceh rentan konflik mencapai 55 persen, jika masalah kesenjangan sosial dan Kriminalitas yang grafiknya naik saat ini tidak bisa diantisipasi. Berdasarkan data yang diambil dari hasil peneletian sebuah lembaga independent yaitu sebuah lembaga independen pemantau pemulihan keamanan pascanota kesepahaman bersama (MoU) yang ditandatangani Pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia Agustus 2005. Hal itu. bisa terjadi akibat dipicu permasalahan kesenjangan sosial baik antara masyarakat dengan pemerintah maupun konflik horizontal lainnya. Yang harus menjadi perhatian. Sejauhmana rasa aman dan damai dinikmati masyarakat Aceh, pascadamai (MoU). Ini sekaligus melakukan identifikasi pokok-pokok permasalahan yang rentan atau menjadi sumber konflik di seluruh kabupaten/kota di provinsi ujung paling barat di Indonesia tersebut.

Berdasarkan pemantauan di beberapa negara bekas konflik serta informasi yang dihimpun dari sejumlah negara donor untuk Aceh, yang dikuatirkan konflik akan terjadi kembali pada lima atau sepuluh tahun mendatang Terjadinya kesenjangan dalam masyarakat tidak terlepas dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Adanya kesenjangan ini merupakan sebuah implementasi kebijakan yang salah dari seorang Kepala Pemerintahan baik itu pada tingkatkan Propinsi, Kota maupun Kabupaten. Pada Perhelatan Pemilukada tahun 2006 sebagian besar pemenangnya adalah Para tokoh GAM / Sekarang Adalah KPA. Tidak bisa kita analisa secara jelas dan nyata kemana arah pembangunan akan di tunjukan, bukankah Pejabat pemerintahan itu dipilih secara langsung oleh rakyat untuk memberikan kesejateraan dan rasa aman kepada rakyat, bukan pada kelompok tertentu. Sebagai bagian dari rakyat kecil yang hanya bisa berteriak dan berteriak menyampaikan pendapat karena kita dibatasi oleh birokrasi Pemerintahan yang sulit untuk ditembus. Rakyat Aceh bisa berbangga dengan banyaknya empaty yang diberikan oleh Negara – Negara untuk membantu Rakyat Aceh paskah bencana sunami yang lalu serta perhatian Pemerintah pusat yang tidak kalah seriusnya untuk membangun tanah Rencong ini. Akan tetapi yang menjadi perhatian khalayak umum, kita semuah rakyat Aceh dengan tanda Tanya besar dibenak kita kemana dana sumbangan tersebut digunakan.

Dari beberapa sumber yang penulis temui mengatakan banyak proyek - proyek yang dibangun tidak sesuai aturan atau ketentuan, hal ini disebabkan karena kebijakan para Kepala Daerah di Aceh yang menggunakan system penunjukan langsung kepada orang – orang dekat. Hal ini sangat kita sayangkan karena masih banyak pejabat Yang mempunyai mental korup untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, sebagai bukti kecil banyak pejabat Eks GAM / KPA yang hidup mewah bergelimang harta dengan deretan mobil Double Gardan, disisilain banyak rakyat Aceh yang menjadi pengemis tanpa memiliki rumah yang jelas. Sungguh ironi kita masyarakat Aceh dengan gelar Kota Serambi Mekkah dengan Syariat islamnya tetapi tidak pada kehidupan yang sebenarnya penuh dengan kebohongan dan ketidak jujuran pada tatanan kelompok tertentu. Kita seharusnya tersadar dan merenung kembali atas cobaan yang menimpah Tanah Rencong dengan beragam musibah. Seharusnya Sunami yang telah memporak – porandakan Aceh menjadi momentum kebangkitan seluruh Rakyat Aceh untuk bahu membahu membangun Tanah rencong ini, bukan sebaliknya menjadi tambah lapar dan haus untuk menimbun harta kekayaan untuk kepentingan sendiri dan kelompok. Aceh milik kita semua yang dibangun oleh para syuhada yang rela mengorbankan jiwa dan segalanya demi kesejahteraan rakyat Aceh. Bukan dengan mempeloklamirkan diri bahwa saya yang berjasa membangun Aceh ini.

Kedamaian dan kesejahteraan rakyat Aceh harus menjadi prioritas para pemimpin, tidak ada lagi Egoisme kepentingan tertentu atau kelompok sehingga masyarakat kecil enak berpijak untuk menatap masa depan Aceh yang lebih cemerlang sejajar dengan kota – kota lain diIndonesia.

Sabtu, 22 Januari 2011

PIMILUKADA HARUS JUJUR DAN ADIL

Berdasarkan Agenda Komisi Pemilihan Umum bahwa untuk tahun 2011 ada sekitar 300-an Daerah yang melaksanakan Pemilukada termasuk salah satunya Provinsi Aceh, mari kita song-song Pemilukada Serambi Mekkah ini dengan Memahami dan menjalankan peraturan yang ada sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga ketidak-siapan dan ketidak-puasan dapat di eleminir sedemikianrupa. Sudah saatnya untuk berpikir bijak dan Nasionalis bahwa apa yang di perjuangkan itu hanya untuk kemakmuran rakyat bukan untuk memuluskan kemauan kelompok ataupun individu,untuk merubah kebijakan ataupun aturan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan sesuai dengan UUD 1945. Negara Indonesia memang merupakan negara kepulauan yang membentang dari sabang sampai merauke namun bukan berarti bisa untuk bertindak sendiri membuat peraturan yang hanya untuk kepentingan daerah tertentu apalagi sampai ingin membuat pemerintahan sendiri...itu jelas sudah mengkhianti para Pahlawan yang Gugur dalam berjuang mempertahankan negara ini dari para penjajah sehingga tetap berkibarnya Sang Merah Putih di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mari kita tumbuhkan dalam diri kita masing-masing sebagai warga negara yang memiliki Negeri ini dan tumbuhkan kecintaan kepada Indonesia dan bersama-sama menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kamis, 20 Januari 2011

Dalam Pemilukada, Siap Menang 'Ya Harus Siap Kalah'

Kerusuhan pemilihan kepala daerah di beberapa daerah akhir-akhir ini terjadi dan menarik perhatian, misalnya di Tangerang selatan, Depok dan beberapa kota lainnya. Pemilukada yang kemudian disertai protes, unjuk rasa, dan bentrokan terjadi di banyak tempat lain. Wajar bila hal itu membuat perhatian banyak kalangan, seperti masyarakat umum, masyarakat politik, dan pemerintah.

Kebanyakan bentrokan pemilukada terjadi setelah pemilihan berlangsung, tatkala hasil pencoblosan mulai dihitung dan tanda-tanda kemenangan jatuh pada salah satu pasangan calon gubernur dan wakilnya, Walikota dan wakilnya atau calon bupati dan wakilnya. Kerusuhan lebih banyak terjadi setelah pencoblosan daripada tatkala berlangsung kampanye, hal ini disebabkan tidak lain karena para calon tidak siap kalah.

Latar belakang, alasan, sebab protes, kerusuhan, dan bentrokan itu hampir-hampir klasik, ya itu-itu juga, yakni tuduhan terjadinya kecurangan dan pelanggaran hukum. Penghitungan suara dinilai oleh salah satu pasangan cela, digelembungkan atau direkayasa. Panwaslu, panitia pengawasan pemilukada, tidak independen dan netral. Bahkan KPUD, Komisi Pemilihan Umum Daerah, pun digugat. Protes muncul disertai unjuk rasa. Unjuk rasa melanggar aturan karena tak terkontrol, maka terjadilah bentrokan dengan petugas ketertiban umum serta merusak fasilitas – fasilitas publik.

Bisa juga bentrok antar pendukung peserta Pemilukada Kejadian itu tentu saja disiarkan oleh media massa karena peristiwa itu menarik ataupun karena itulah cara media melakukan kontrol. Kesan dan dampak pun terbuka, serentak dan interaktif.
Harapan kita semua adalah Pesta Demokrasi yang damai tidak disertai unsur kekerasan. Termasuk juga kebebasan menyampaikan pendapat termasuk melalui unjuk rasa yang damai, maka kalau hal ini dapat berjalan pesta demokrasi sangat indah.

Apabila sampai terjadi ekses bentrokan dan kekerasan, tentunya hal itu menjadi perhatian yang serius bagi semua pihak yang terlibat dan berkepentingan. Sebab, demokrasi tentu saja tidak menghendaki dan menjauhi adanya kekerasan. Oleh karena akibat atau dampak perbuatan anarkis yang merasakan adalah masyarakat kecil.

Oleh sebab itu, inilah tugas dari pihak-pihak yang terlibat dalam Pemilukada secara serentak yang akan digelar di Provinsi Aceh, untuk bekerja sesuai dengan jalur hukum yang berlaku tanpa adanya penyimpangan dan kecurangan yang disengaja atau karena kelalaian dalam seluruh proses Pemilukada. Dalam hal ini Kedewasaanlah faktor utamanya, terutama sikap untuk siap menang dan siap kalah. Bagaimanapun juga, kemenangan salah satu kontestan adalah kemenangan kita rakyat Aceh yang akan membawa Provinsi Aceh menuju masyarakat yang sejahtra disegala aspek kehidupan dan hal ini harus kita persiapkan dalam kontek memilih para calon – calon yang mempunyai Integritas, dedikasi dan kemauan bersama untuk membangun Aceh.

Senin, 17 Januari 2011

Qanun Wali Nanggroe Hanya Untuk Kepentingan Kelompok Tertentu

Banyak kalangan masyarakat Aceh resah dan berbagai reaksipun muncul, yang pada akhirnya menimbulkan rasa kekhawatiran atas persoalan Qanun Wali Nanggroe, kita semua berharap persoalan ini harus ditanggapi dan disikapi dengan benar .arif dan bijaksana oleh semua komponen bangsa terutama para wakil - wakil dan pemimpin di Serambi Mekkah ini, dalam mengambil keputusan pembuatan qanun Wali Nanggroe tersebut.

Beberapa pekan ini banyak yang pro dan kontra yang terjadi dikalangan masyarakat atas Qanun Wali Nanggroe , beberapa tokoh masyarakat berpendapat dikhawatirkan dapat memunculkan konflik baru yang lebih besar bersifat horizontal antara masyarakat yang Pro dan Kontra tentang Qanun Wali Nanggroe ini.

Kita semua sebagai rakyat Aceh harus menyadari bahwa “Ini sangat berbahaya untuk pembangunan dan perdamaian Aceh ke dapan. Sebagai gambaran tentang isi dari pada kekuasaan Seorang Wali Nanggroe adalah bahwa Masa jabatan Wali Nanggroe adalah seumur hidup, sedangkan kekuasaan Seorang Wali Nanggroe diantaranya adalah menguasai seluruh kekayaan Aceh yang terdapat di bumi baik di darat, air, udara, dan yang terkandung didalamnya dapat dikuasai oleh Lembaga Wali Nanggroe.

Dengan kondisi yang demikian sudah barang tentu akan menimbulkan , pro dan kontra dikalangan masyarakat. Kita berharap dengan adanya perbedaan persepsi atau pandangan masyarakat / rakyat Aceh atas pasal-pasal dalam Qanun Wali Nanggroe itu para anggota dewan perwakilan rakyat Aceh harus membahas secara formil di DPR Aceh, dengan mengundang atau melibatkan para Tokoh Masyarakat para Cendikia dan komponen – komponen masyarakat lainnya.

Harapan kita semua sebagai rakyat Aceh, persoalan Pro dan Kontra yang terjadi atas Polemik Pembentukan Lembaga Qanun Wali Nanggroe tersebut dapat diselesaikan dengan baik atas persetujuan rakyat Aceh, bukan karena keputusan yang ditentukan oleh kelompok tertentu. Keutuhan dan perdamaian Aceh ini harus menjadi pilihan utama, yang harus dikedapankan oleh semua komponen Bangsa dan semua pihak.

Oleh karena itu kita semua berharap pembentukan Lembaga Wali Nanggroe ini tidak memicu atau memancing perpecahan antar masyarakat yang dapat mendorong konflik yang lebih luas dikemudian hari. Adanya tanggapan ataupun reaksi masyarakat yang muncul dalam menyikapi pembentukan Lembaga Qanun Wali Nanggroe. Seyogyanya dapat jadikan sebagai peringatan dini oleh Gubernur Aceh / Pemerintah Aceh dan DPRA. Dengan harapan setiap pembuatan peraturan, harus memperhatikan seluruh aspek yang bertujuan untuk kemajuan,kedamain dan kesejahtraan rakyat Aceh, sehingga terhindar dari Konflik yang lebih besar dan berkepanjangan.