Senin, 21 Februari 2011

Seandainya Para Calon Pemimpin Aceh Mencontoh Figur Nabi Muhammad SAW

Sebagai pembuka wacana, ada baiknya kita kutip amanat Presiden Soekarno pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, tanggal 6 Agustus 1963 (Penerbitan Sekretariat Negara No. 618/1963).

“Sore-sore saya diajak oleh Presiden Suriah Sukri al-Kuwatly ke makam Salahuddin. Lantas Presiden Kuwatly bertanya kepada saya, apakah Presiden Soekarno mengetahui siapa yang dimakamkan di sini? Saya berkata, saya tahu, of course I know. This is Salahuddin, the great warrior, kataku. Presiden Kuwatly berkata, tetapi ada satu jasa Salahuddin yang barangkali Presiden Soekarno belum mengetahui. What is that, saya bertanya. Jawab Presiden Kuwatly, Salahuddin inilah yang mengobarkan api semangat Islam, api perjuangan Islam dengan cara memerintahkan kepada umat Islam supaya tiap tahun diadakan perayaan Maulid Nabi.

Jadi sejak Salahuddin tiap-tiap tahun umat Islam memperingati lahirnya, juga wafatnya Nabi Muhammad SAW. peringatan maulid nabi ini oleh Salahuddin dipergunakan untuk membangkitkan semangat Islam, sebab pada waktu itu umat Islam sedang berjuang mempertahankan diri terhadap serangan-serangan dari luar pada Perang Salib. Sebagai strategi besar, saudara-saudara, bahkan sebagai psychology masssa besar, artinya orang yang mengetahui ilmu jiwa dari rakyat jelata, Salahuddin memerintahkan setiap tahun untuk memperingati Maulid Nabi.

Sebagaimana dijelaskan dalam amanat Bung Karno di atas, peringatan Maulid Nabi untuk pertama kalinya dilaksanakan atas prakarsa Sultan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (memerintah tahun 1174-1193 Masehi atau 570-590 Hijriah) dari Dinasti Bani Ayyub, yang dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama “Saladin”. Meskipun Salahuddin bukan orang Arab melainkan berasal dari suku Kurdi, pusat kesultanannya berada di Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia.

Pada masa itu dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.

Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia menghimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW., 12 Rabiulawal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal.

Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan Maulid Nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.

Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata Khalifah setuju.

Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera sosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 RabiulAwwal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji*). Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi.

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.

Jika kita membuka lembaran sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa, perayaan maulid nabi dimanfaatkan oleh para Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan maulid nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.

Itu adalah kisah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang menjadi inspirasi sebuah perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Kita sebagai rakyat Aceh patut berbangga, karena tradisi perayaan Maulid begitu meriah, semangat gotong royong, kekeluargaan dan kebersamaan tumbuh di Gampong-gampong. Kebersamaan yang begitu indah diwujudkan dalam suka cita. Mungkin tidak sama tradisi didaerah kita Tanah Rencong ini dengan daerah lain, kita dengan ikhlas mengeluarkan uang untuk dikumpulkan secara bersama-sama untuk dibelikan seekor lembu yang kemudian dipotong dan dimasak secara bersama-sama dan kemudian dibagikan kembali kesemua warga.

Dibalik penomena adat ataupun tradisi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Serambi Mekkah ini, ada sebuah hikmah besar yang dapat kita ambil, yaitu semua dari kita oleh kita dan untuk kita, yang dijalankan penuh keikhlasan, kejujuran dan bertanggung jawab karena itu demi kemaslahatan umat. Gambaran diatas memang sengaja Penulis uraikan sebagai pengantar kepada kita semua seluruh masyarakat Aceh yang akan memilih seorang Pemimpin baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota.

Dari perayaan Maulid Nabi ini ada hikmah yang sangat berharga, yang dapat kita ambil untuk memilih Pemimpin dalam Pemilukada Aceh 2011. Sebagai Provinsi satu-satunya di Indonesia yang menerapkan Hukum Syariat Islam sudah selayaknya kita masyarakat Aceh berpedoman pada Sunnah Rosul dalam memilih seorang calon Pemimpin, seyogyanya para Pemimpin itu memiliki empat prinsip yang selalu diajarkan Rosul, yaitu: siddiq (jujur), amanah, tabliq dan fathanah.

Disaat jaman modern sekarang ini mungkin tidak akan kita temukan Pemimpin yang mendekati sempurna sebagaimana Nabi Muhammad SAW yang memimpin dimasanya. Jika pertanyaannya demikian, tentu jawabannya tidak ada, akan tetapi yang kita butuhkan untuk kondisi seperti daerah Aceh sekarang ini adalah para Pemimpin yang mempunyai hati nurani, Pemimpin yang mempunyai jiwa kemanusiaan yang tinggi dan Pemimpin yang akan menangis bila melihat rakyatnya kelaparan, menjadi pengemis, dan peminta-minta serta Pemimpin yang berahlakulkarimah yang sadar kalau diakhirat nanti dia akan dibakar didalam neraka jahanam atas semua perbuatannya, bila dia menjalankan amanah jabatan dengan sewenang-wenang, menghalalkan segala cara dalam menjalankan roda Pemerintahan, Korupsi untuk memperkaya diri sendiri, Keluarga dan kelompok.

Kelompok ini memang bisa berkacak pinggang bahkan tertawa terbahak-bahak menikmati kekayaan yang berlimpah dengan fasilitas mobil mewah, rumah mewah bergaya Parlente akan tetapi diperoleh dari uang haram hasil korupsi secara berjamaah. Sungguh Hina dan Nista dalam pandangan agama, sebagai rakyat kecil kita memang tidak bisa berbuat apa-apa akan tetapi ingat Adzab Allah amatlah pedih bagi orang-orang dan para Pemimpin yang Dzalim sombong dan takabur.

Terhadap semua masyarakat Aceh yang masih peduli akan masa depan Tanah Rencong ini, marilah kita berfikir dengan logis dan jernih, bukan karena uang dan jabatan serta iming-iming lainnya akan tetapi semata karena lillahitaalah demi kemajuan dan kesejahteraan secara merata seluruh masyarakat Aceh.

Inilah sebuah Momentum yang sangat tepat untuk memilih para Calon Pemimpin baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, guna memimpin Aceh lima tahun ke depan. Kita masyarakat Aceh harus berani melakukan perubahan, dan harus berani berbuat untuk kebenaran, selama ini kita hanya menjadi kelinci percobaan dari kelompok tertentu yang mempunyai kepentingan pribadi dan golongannya.

Jangan kita tutup mata dan telinga, dan jangan kita biarkan kesewenang-wenangan, Aceh ini milik kita bersama bukan hanya milik satu kelompok. Kita semua masyarakat Aceh berharap Pesta Demokrasi Pemilukada tahun 2011/2012 sebagai tonggak awal kebangkitan masyarakat Aceh menuju kemakmuran dan kesejahteraan, Utuh dalam Bingkai NKRI, Mari kita jaga Bersama Kedamaian dan Keamanan Provinsi Aceh yang terasa Indah dan Sejuk, dari Orang-orang dan Kelompok yang ingin Mengacaukan dan mengambil Keuntungan dari Penderitaan Rakyat kecil, sangat berbahaya dan jangan biarkan hal itu terjadi!!!.

Seandainya Para Calon Pemimpin Aceh Mencontoh Figur Nabi Muhammad SAW

Sebagai pembuka wacana, ada baiknya kita kutip amanat Presiden Soekarno pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, tanggal 6 Agustus 1963 (Penerbitan Sekretariat Negara No. 618/1963).

“Sore-sore saya diajak oleh Presiden Suriah Sukri al-Kuwatly ke makam Salahuddin. Lantas Presiden Kuwatly bertanya kepada saya, apakah Presiden Soekarno mengetahui siapa yang dimakamkan di sini? Saya berkata, saya tahu, of course I know. This is Salahuddin, the great warrior, kataku. Presiden Kuwatly berkata, tetapi ada satu jasa Salahuddin yang barangkali Presiden Soekarno belum mengetahui. What is that, saya bertanya. Jawab Presiden Kuwatly, Salahuddin inilah yang mengobarkan api semangat Islam, api perjuangan Islam dengan cara memerintahkan kepada umat Islam supaya tiap tahun diadakan perayaan Maulid Nabi.

Jadi sejak Salahuddin tiap-tiap tahun umat Islam memperingati lahirnya, juga wafatnya Nabi Muhammad SAW. peringatan maulid nabi ini oleh Salahuddin dipergunakan untuk membangkitkan semangat Islam, sebab pada waktu itu umat Islam sedang berjuang mempertahankan diri terhadap serangan-serangan dari luar pada Perang Salib. Sebagai strategi besar, saudara-saudara, bahkan sebagai psychology masssa besar, artinya orang yang mengetahui ilmu jiwa dari rakyat jelata, Salahuddin memerintahkan setiap tahun untuk memperingati Maulid Nabi.

Sebagaimana dijelaskan dalam amanat Bung Karno di atas, peringatan Maulid Nabi untuk pertama kalinya dilaksanakan atas prakarsa Sultan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (memerintah tahun 1174-1193 Masehi atau 570-590 Hijriah) dari Dinasti Bani Ayyub, yang dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama “Saladin”. Meskipun Salahuddin bukan orang Arab melainkan berasal dari suku Kurdi, pusat kesultanannya berada di Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia.

Pada masa itu dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.

Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia menghimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW., 12 Rabiulawal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal.

Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan Maulid Nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.

Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata Khalifah setuju.

Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera sosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 RabiulAwwal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji*). Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi.

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.

Jika kita membuka lembaran sejarah penyebaran Islam di Pulau Jawa, perayaan maulid nabi dimanfaatkan oleh para Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan maulid nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.

Itu adalah kisah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang menjadi inspirasi sebuah perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Kita sebagai rakyat Aceh patut berbangga, karena tradisi perayaan Maulid begitu meriah, semangat gotong royong, kekeluargaan dan kebersamaan tumbuh di Gampong-gampong. Kebersamaan yang begitu indah diwujudkan dalam suka cita. Mungkin tidak sama tradisi didaerah kita Tanah Rencong ini dengan daerah lain, kita dengan ikhlas mengeluarkan uang untuk dikumpulkan secara bersama-sama untuk dibelikan seekor lembu yang kemudian dipotong dan dimasak secara bersama-sama dan kemudian dibagikan kembali kesemua warga.

Dibalik penomena adat ataupun tradisi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Serambi Mekkah ini, ada sebuah hikmah besar yang dapat kita ambil, yaitu semua dari kita oleh kita dan untuk kita, yang dijalankan penuh keikhlasan, kejujuran dan bertanggung jawab karena itu demi kemaslahatan umat. Gambaran diatas memang sengaja Penulis uraikan sebagai pengantar kepada kita semua seluruh masyarakat Aceh yang akan memilih seorang Pemimpin baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota.

Dari perayaan Maulid Nabi ini ada hikmah yang sangat berharga, yang dapat kita ambil untuk memilih Pemimpin dalam Pemilukada Aceh 2011. Sebagai Provinsi satu-satunya di Indonesia yang menerapkan Hukum Syariat Islam sudah selayaknya kita masyarakat Aceh berpedoman pada Sunnah Rosul dalam memilih seorang calon Pemimpin, seyogyanya para Pemimpin itu memiliki empat prinsip yang selalu diajarkan Rosul, yaitu: siddiq (jujur), amanah, tabliq dan fathanah.

Disaat jaman modern sekarang ini mungkin tidak akan kita temukan Pemimpin yang mendekati sempurna sebagaimana Nabi Muhammad SAW yang memimpin dimasanya. Jika pertanyaannya demikian, tentu jawabannya tidak ada, akan tetapi yang kita butuhkan untuk kondisi seperti daerah Aceh sekarang ini adalah para Pemimpin yang mempunyai hati nurani, Pemimpin yang mempunyai jiwa kemanusiaan yang tinggi dan Pemimpin yang akan menangis bila melihat rakyatnya kelaparan, menjadi pengemis, dan peminta-minta serta Pemimpin yang berahlakulkarimah yang sadar kalau diakhirat nanti dia akan dibakar didalam neraka jahanam atas semua perbuatannya, bila dia menjalankan amanah jabatan dengan sewenang-wenang, menghalalkan segala cara dalam menjalankan roda Pemerintahan, Korupsi untuk memperkaya diri sendiri, Keluarga dan kelompok.

Kelompok ini memang bisa berkacak pinggang bahkan tertawa terbahak-bahak menikmati kekayaan yang berlimpah dengan fasilitas mobil mewah, rumah mewah bergaya Parlente akan tetapi diperoleh dari uang haram hasil korupsi secara berjamaah. Sungguh Hina dan Nista dalam pandangan agama, sebagai rakyat kecil kita memang tidak bisa berbuat apa-apa akan tetapi ingat Adzab Allah amatlah pedih bagi orang-orang dan para Pemimpin yang Dzalim sombong dan takabur.

Terhadap semua masyarakat Aceh yang masih peduli akan masa depan Tanah Rencong ini, marilah kita berfikir dengan logis dan jernih, bukan karena uang dan jabatan serta iming-iming lainnya akan tetapi semata karena lillahitaalah demi kemajuan dan kesejahteraan secara merata seluruh masyarakat Aceh.

Inilah sebuah Momentum yang sangat tepat untuk memilih para Calon Pemimpin baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, guna memimpin Aceh lima tahun ke depan. Kita masyarakat Aceh harus berani melakukan perubahan, dan harus berani berbuat untuk kebenaran, selama ini kita hanya menjadi kelinci percobaan dari kelompok tertentu yang mempunyai kepentingan pribadi dan golongannya.

Jangan kita tutup mata dan telinga, dan jangan kita biarkan kesewenang-wenangan, Aceh ini milik kita bersama bukan hanya milik satu kelompok. Kita semua masyarakat Aceh berharap Pesta Demokrasi Pemilukada tahun 2011/2012 sebagai tonggak awal kebangkitan masyarakat Aceh menuju kemakmuran dan kesejahteraan, Utuh dalam Bingkai NKRI, Mari kita jaga Bersama Kedamaian dan Keamanan Provinsi Aceh yang terasa Indah dan Sejuk, dari Orang-orang dan Kelompok yang ingin Mengacaukan dan mengambil Keuntungan dari Penderitaan Rakyat kecil, sangat berbahaya dan jangan biarkan hal itu terjadi!!!.

Kamis, 17 Februari 2011

PERDAMAIAN DI ACEH JANGAN DI NODAI

Tindakan kekerasan dengan menggunakan senjata yang dilakukan secara perorangan atau kelompok layaknya seperti mafia saja, terlebih apabila benar dibackup oleh aparat keamanan hal tersebut sudah mencederai MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Hal tersebut sudah sangat mengganggu kondisi Aceh yang sudah damai dan kondusif, sudah ada upaya eks Gam menebar permusuhan dengan bukti kepemilikan senjata api ilegal walaupun dengan dalih apapun dan sudah tidak bisa dibiarkan lagi.

Masih adanya senjata ilegal di tangan masyarakat sudah jelas melanggar undang-undang, karena yang berhak menggunakan senjata api adalah hanya aparat TNI dan Polri. Kita semua harus memiliki komitmen untuk menegakkan hukum di bumi Aceh ini dan siapapun yang melanggar aturan harus ditindak tegas dan hukum tidak tebang pilih siapapun kalau terbukti bersalah harus dihukum sesuai perundang-undangan yang berlaku di Republik ini.

Kepolisian melihat kejadian tersebut harus segera bertindak tegas dan melakukan investigasi di lapangan jangan terkesan lamban menanggapi situasi keadaan, apalagi berita yang berkembang menunjukkan adanya keterlibatan pengamanan tertutup pejabat Gubernur. Oleh sebab itu pihak Kepolisian harus berani bertindak tegas terhadap bentuk pelanggaran siapapun itu yang melakukannya tanpa tebang pilih supaya kepercayaan masyarakat terhadap

Aparat Kepolisian tetap terjaga. Jangan sampai masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan aparat penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum malah terlibat pelanggaran hukum.

Ini menjadikan pelajaran kita semua, bahwa keadaan yang sudah membaik dan damai di Aceh harus tetap dijaga bersama, dan tidak ada lagi kepemilikan senjata ilegal di tangan masyarakat, bagi masyarakat yang memiliki senjata tanpa melaporkan kepihak aparat keamanan bisa di tangkap dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Adanya upaya- upaya kelompok eks GAM/KPA untuk menodai perdamaian di Aceh, dengan terbukti adanya kepemilikan senjata legal.

Polri sebagai aparat penegak hukum dan keamanan daerah Aceh, harus pro aktif mengenai peredaran senjata dan menangkap bagi warga sipil yang memiliki senjata ilegal tanpa pilih kasih dalam penegakan hukum. Siapa yang menjaga Aceh kalau bukan seluruh komponen yang ada di daerah....”Aceh Damai Masyarakat Sejahtera” mari kita jaga hal itu.

Rabu, 16 Februari 2011

Mencari Figur Gubernur Aceh Yang Pro Dan Membela Pada Kepentingan Rakyat

Perubahan yang terjadi di Pemerintahan Daerah merupakan harapan seluruh rakyat ataupun tokoh-tokoh baik agama ataupun tokoh masyarakat, untuk bisa meningkatan kesejahteraan masyarakat kota /Provinsi dan harus tetap berpijak pada kepentingan rakyat daerah Aceh. Karena sosok Pemimpin daerah seperti Provinsi Aceh harus bisa memberikan peningkatan dan kontribusi kemajuan suatu daerah dalam menata pembangunan Aceh yang lebih baik dan merata sampai kepelosok daerah sehingga dapat di rasakan oleh rakyat.

Sosok yang tepat untuk Pemimpin Aceh dalam lima tahun kedepan adalah sosok pemimpin yang ‘pro dengan rakyatnya’ bukan hanya memakmurkan golongannya maupun pribadinya saja, melainkan harus memiliki kapasitas kepemimpinan yang baik dan mengerti akan suatu pemerintahan daerah, baik adat maupun kondisi wilayah serta potensi daerah sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Siapapun Sosok calon Gubernur Aceh nantinya, yang jelas harus mengerti sistem pemerintahan daerah yang bersih , jujur , adil dan selalu mengedepankan kepentingan rakyat demi kemakmuran pembangunan daerahnya serta juga memiliki visi dan misi ke depan yang terencana serta jelas untuk mengemban amanah sebagai Gubernur dalam lima tahun ke depan. Peningkatan sumber daya manusia menjadi prioritas utama agar potensi daerah dapat diberdayakan dengan baik demi kemakmuran rakyatnya.

Mengingat Aceh merupakan Provinsi di Indonesia yang diberlakukannya Syariat Islam, maka dalam peningkatan kualitas pendidikan menjadi program yang harus menjadi prioritas dalam program pemerintah daerah agar generasi muda ke depan memiliki masa depan yang gemilang sesuai harapan dan cita-cita bangsa. Dalam proses pencalonanpun harus dengan sehat, apabila dari proses pencalonan bakal Gubernur saja sudah mengalami gesekan, yang ada nanti jika terpilih menjadi pejabat Gubernur tidak akan peka lagi terhadap kondisi rakyat melainkan bagaimana caranya memikirkan kelompok tadi.

Hal itu bisa dihindari apabila seluruh bakal calon Gubernur dalam proses pencalonannya dilakukan dengan sehat, tidak adanya kelompok yang berseberangan satu dengan yang lainnya, seperti situasi yang terjadi sekarang. Proses pencalonan saja sudah panas apalagi nanti saat kampanye yang melibatkan massa yang jumlahnya banyak, dikhawatirkan akan terjadi permasalahan baru di lapangan hal ini harus bisa dihindari jangan sampai terjadi konflik baru.

Pesta Demokrasi pemilihan kepala daerah secara langsung, baik pemilihan gubernur maupun bupati/walikota di Provinsi Aceh yang rencananya tahap pertama/pendaftaran akan dimulai pada bulan April tahun 2011. Dapat dipastikan harapan rakyat di Provinsi Aceh, ajang tersebut endingnya akan melahirkan pemimpin yang cerdas, santun, peduli terhadap rakyatnya serta memiliki sikap rendah hati dan dapat dijadikan panutan dan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di tengah terjadinya kondisi krisis moral anak bangsa, asalkan saja semua pihak dan masyarakat memiliki komitmen, mewujudkan hal tersebut. Kalau pemilihan berbicara money politics maka akan lahirlah pemimpin kotor. Karena itu, diharapkan rakyat dapat memilih pemimpin yang bersih serta peduli terhadap nasib rakyatnya. Pemimpin ke depan hendaknya dipilih rakyat lebih berdasarkan sikap dan hati nurani, tidak terjebak pilihan karena iming-iming rupiah yang jumlahnya tidak seberapa.

Tetapi rakyat harus tetap memiliki sikap atau prinsip hidup, tidak menggadaikan harga diri dengan mempertaruhkan hidup anak dan keluarga kita lima tahun ke depan dengan pilihan didasari iming-iming rupiah. Konsekwensi dan buah dari pilihan pemimpin berdasarkan money politics akan melahirkan pemimpin yang kotor. Salah satu indikatornya, nanti ketika menjalankan amanat dan kepemimpinannya akan melahirkan dan merancang program kerja tidak berbasis kepada kepentingan rakyat. Melainkan lebih berbasis kepada kepentingan pribadi, kelompok dan kroninya.

“ Mari kita sambut Bersama Pesta Demokrasi Aceh tahun 2011 sebagai Tonggak Awal memilih pemimpin yang mau memikirkan nasib rakyatnya dan berpihak pada rakyat bukan perpihak pada kepentingan pribadi ataupun kelompoknya “.