Selasa, 26 Juli 2011

Haruskah Kerukunan Retak Karena Politik

Semangat dan pengorbanan para pahlawan patutlah kita jadikan semangat dalam berjuang mengisi kemerdekaan tanah air yang tercinta Indonesia. Kebersamaan dan saling membantu merupakan cerminan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Aceh yang sudah terkenal di masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim dan salah satu Provinsi yang diberlakukannya Syariat Islam.

Perubahan zaman seiring dengan waktu membawa perubahan yang maju dalam perdamaian Aceh setelah MoU Helsinki,ini terlihat dengan kondisi keamanan yang ada sekarang. Situasi dan kondisi Aceh dengan suhu politik yang sedang menghangat membuat masyarakat khawatir akan kondisi damai selama ini akan berubah menjadi konflik. Pemilukada Aceh 2011 yang tadinya diperkirakan para pakar akan berjalan mulus, mengalami delima yang harus dicari jalan keluarnya.

Permasalahan ini muncul karena partai lokal Aceh yaitu Partai Aceh (PA) menolak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Calon Independen yang telah diputuskan oleh MK, yaitu calon Independen boleh mengikuti Pemilukada Aceh 2011. Namun keputusan MK tersebut mendapatkan perlawanan yang kuat dari kubu Partai Aceh dengan tegas menolak keikutsertaan calon Independen dalam Pemilukada Aceh 2011.

Belum matangnya Partai Aceh dalam percaturan politik akhirnya menjadikan konflik internal politik Aceh dalam menghadapi Pemilukada tahun ini, bahkan mengusulkan Pemilukada Aceh 2011 untuk ditunda pelaksanaannya. Ini jelas merugikan masyarakat Aceh karena akan berdampak kepada kehidupan dan perputaran ekonomi dan pembangunan Aceh.

Persaudaraan dan kebersamaan akhirnya pudar hanya karena sebuah politik yang semestinya itu tidak boleh terjadi, kalau saja kalangan elit politik yang ada di Aceh mau saling menghormati dan mematuhi keputusan Pemerintah. Berjuang bukan berarti harus menjadi orang nomer satu, tetapi yang dibutuhkan bagaimana keiklasan berjuang tanpa pamrih jabatan ataupun kedudukan. Kalaupun itu sudah kehendak rakyat itu lain ceritanya. Jangan ada upaya menciptakan situasi seolah-olah Aceh sudah tidak aman lagi. Kejadian baru-baru ini dengan adanya penembakan yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa itu sebenarnya sudah menodai damai Aceh Pasca MoU Helsinki.

Siapa ...? mereka yang sudah berani menodai damai Aceh itu....? tentunya mereka adalah orang-orang yang menginginkan Pemilukada Aceh 2011 ditunda. Jangan korbankan persaudaraan karena suatu kedudukan, karena kekerasan itu sangat dimurkai Alloh SWT. Jaga kerukunan, walaupun bersaing bersainglah secara arif dan santun jangan menggunakan cara-cara yang kotor. Damai Aceh merupakan kedamain yag harus dijaga oleh seluruh masyarakat Aceh jangan sampai ada yang berusaha menodainya.

Pemilukada Aceh 2011 merupakan tonggak untuk menuju Masyarakat Aceh yang mapan dan sejahtera dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pilihlah pemimpin yang berpendidikan dan mengerti tentang hukum dan harus orang Aceh asli dan bukan dipimpin oleh orang orang yag baru masuk kewarganegaraan Indonesia. Damai Aceh milik kita semua, jangan ada yang menodainya.

Senin, 25 Juli 2011

Pencanangan Gerakan Masyarakat Magrib Mengaji

Meteri Agama Republik IndonesiaI Suryadarma Ali menyerahkan bantuan untuk dayah di Aceh senilai Rp 29 miliar. Bantuan ini diberikan melalui Gubernur Aceh Irwandi Yusuf bersamaan dengan pencanangan program Gerakan Masyarakat Magrib Mengaji (Gemar Mengaji) di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Minggu (24/7) malam.

Ini merupakan tindakan nyata pemerintah dalam hal ini untuk meningkatkan kemampuan generasi muda dalam membaca Al-Quran di Aceh. Dengan gerakan masyarakat magrib mengaji diharapakan Aceh kedepannya kembali bersinar lagi sesuai dengan harapan. Kemajuan teknologi yang berdampak bergesernya nilai-nilai sakral yang bisa membawa perubahan kepada bergesernya nilai-nilai agama, hal ini harus dicegah dan segera di ambil tindakan nyata agar masyarakat dan generasi muda gemar mendawamkan Al-Quran.

Dalam sambutannya, Menag Suryadarma Ali mengatakan, Program Gemar Mengaji merupakan terobosan untuk memperbaiki akhlak umat dan generasi muda yang kini semakin tergerus akibat perkembangan arus informasi yang tak terkontrol dari berbagai lini kehidupan. “Arus informasi yang sekarang ada bukan hanya masuk lewat ruang keluarga, tapi sudah merambah ke kamar anak-anak kita, yang membuat mereka dengan bebas terhubung dengan dunia luar yang terkadang tidak saja berdampak postif tapi juga negatif,” kata Menag.

Menag juga mengajak semua pihak, mulai dari keluarga, orang tua di rumah untuk mengisi waktu magrib dengan kegiatan membaca Al-Quran agar anak-anak di dalam keluarga tertanam akhlak dan ilmu agamanya. “Munculnya berbagai aliran sesat akhir-akhir ini, akibat dari kekosongan dakwah di tengah masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Gubernur Irwandi Yusuf menyambut baik dicanangkannya program Gemar Mengaji di Aceh. Tindaklanjut dari program nasional tersebut merupakan bentuk manifestasi dukungan Pemerintah Aceh atas keprihatinan hilangnya kearifan lokal, yakni hilangnya kebiasaan mengaji di waktu magrib di gampong dan rumah-rumah penduduk di Aceh.

Kondisi ini dinilai sebuah keprihatian yang mesti dicarikan solusinya agar generasi tidak jauh dengan Al-Quran. Gubernur memandang program Gemar Mengaji sebuah solusi tepat untuk mengembalikan kebiasan mengaji di Aceh yang dulu dianggap sebuah kearifian lokal.

“Ke depan, progran ini akan menjadi kebijakan pemerintah,” katanya. Pada kesempatan itu Gubernur juga menerima bantuan dari Menteri Agama Republik Indonesia senilai Rp 29 miliar yang diperuntukkan kepada dayah seluruh Aceh.

Kamis, 21 Juli 2011

Ciptakan Pemilukada Aceh 2011 Berjalan Damai

Tanpa Adanya Konflik

Melihat kondisi politik di Aceh semakin hari semakin menggeliat, seperti kita sedang melihat gambaran yang gelap terkait pelaksanaan Pemilukada 2011. Benarkah demikian? Jawabnya, belum tentu. Proses pelaksanaan pesta demokrasi kali ini memang akan menjadi gelap, kalau para pihak masih terlibat ‘dawa buta’ soal payung hukum Pemilukada itu sendiri. Inilah tugas para elit politik, untuk mempersiapkan langkah yang nyata, yang tepat dan cermat, agar kerawanan Pemilukada nanti dapat kita lalui dengan selamat.

Keraguan kadang muncul Bisakah itu? Inilah yang sering meragukan kita. Sebab, pada kenyataannya, hari demi hari, meskipun masih ada yang tetap optimis, kita sesungguhnya sedang menggali lubang untuk diri kita sendiri. Lubang untuk sebuah kekacauan yang akan melahirkan konflik baru di Aceh.

Manuver-manuver politik para elite Aceh sekarang ini justru semakin menimbulkan tanda tanya. Masyarakat melihat mereka hanya berjuang untuk kepentingan pribadi dan kelompok masing-masing, tanpa menimbang baik-buruknya bagi Aceh secara keseluruhan. Aroma haus kekuasaan lebih menonjol ketimbang upaya merawat “Perdamaian Aceh” yang sudah tercipta selama ini dengan baik.

Walaupun hal itu syah-syah saja, tapi kesannya sudah dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Makanya kini ada suara-suara yang mengkhawatirkan, bahwa banyak orang nantinya tidak akan ikut memilih pada Pemilukada 2011 kalau sikap para elite masih seperti itu.

Apapun, kita hanya berharap semangat “Damai” yang sudah ada terus dipupuk dan ditingkatkan. Pertama tentu yang harus memberi contoh adalah para petinggi Aceh yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif. Para petinggi KPA/PA dan mantan simpatisan GAM juga harus menunjukkan sikap perilaku yang nyata dan bisa menunjukkan kepada masyarakat Aceh tidak ada lagi niat KPA/PA dan GAM yang bisa menimbulkan konflik baru di Aceh sekecil apapun. Keinginan membangun Aceh yang maju dapat disumbangkan melalui peran serta dalam pembangunan daerah, atau kalau masih terpinggirkan bisa melalui wujud kritik, saran dan solusi bagi terwujudnya Aceh yang damai dan bermartabat.

Di zaman demokrasi yang serba terbuka ini, pasti saran dengan suara dan kerja itu akan bisa lebih diterima.. Kita bisa mendesak pemerintah memberikan keadilan ekonomi dan hukum bagi masyarakat Aceh. Desakan yang sebaiknya dilakukan sambil bekerja, bukan ikut-ikutan berpolitik praktis. Bila terlalu banyak orang yang berpolitik tanpa bekerja (keras), kita tetap akan khawatir pada masa depan Aceh.

Sikap egoisme KPA/PA yang berlebihan bisa membawa Aceh pada perpecahan, ketentuan hukum yang diatur undang-undang harus dipatuhi bersama jangan memaksakan kehendak dengan mengorbankan masyarakat. Kita berharap baik parlok dan parnas di Aceh mempunyai sikap yang bisa mematuhi segala bentuk aturan dan jangan ditabrak. Tunjukkan jiwa sebagai Nasionalis yang ingin mengabdi sebagai anak bangsa yang berdedikasi tinggi dan cinta tanah airnya. Aparat Keamanan bersama komponen masyarakat Aceh lainnya harus mampu mengawal perjalanan damai di Aceh. Yang paling penting, keadilan harus ditegakkan. Aksi yang bisa menimbulkan kekacauan Damai Aceh harus mendapatkan sangsi hukum yang jelas dan tidak tebang pilih siapapun dia.

Menodai damai Aceh berarti sudah menebarkan aroma kekacauan dan harus ditindak tegas dan siapapun dia. Hukum harus ditegakkan di Negara ini. Pemilukada Aceh 2011 merupakan ujian politik yang harus dilalui masyarakat Aceh dengan DAMAI. Harapan kita semua Pemilukada 2011 nantinya dapat terpilih Pemimpin yang nasionalis dan cinta kepada rakyatnya dan mengerti hukum serta berpendidikan sehingga bisa membawa Aceh dalam kemakmuran dan kedamaian dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Rabu, 20 Juli 2011

Ketika Akal Sehat Dimasuki Ambisi

“Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepaskan dalam sekawanan kambing akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar dibandingkan kerusakan terhadap agama seseorang akibat ambisinya terhadap harta dan kedudukan” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasai, & Ibnu Hibban).

Ini jelas suatu peringatan keras! Rasulullah s.a.w. mengingatkan bahwa terlalu berambisi terhadap harta dan kedudukan bisa menghancurkan agama (seorang muslim). Hal ini terbukti hingga hari ini, lebih-lebih menjelang pemilihan kepala daerah. Yang terjadi adalah saling merasa paling benar dan tidak melihat lagi aturan, Partai Lokal tertentu mencari dukungan bagaimana caranya agar calon Independen yang sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), tidak bisa bersaing lagi dalam Pemilukada tahun ini.

Walaupun masih sangat jauh dari raihan kedudukan atau masih pada tahap bakal calon, banyak orang yang rela mengorbankan ajaran agama yang diridhai Allah. Kebersamaan dan persatuan umat rontok karena kuatnya tuding-menuding, saling menfitnah, dan saling memburukkan satu sama lain siang dan malam. Padahal semua perbuatan tersebut bukan hanya bisa menghancurkan amalan kebaikan, tetapi juga menyulitkan umat yang terpecah untuk bersatu kembali. Rasa dendam satu sama lain dipelihara secara berkepanjangan.

Bahkan, karena ambisi terhadap harta dan kedudukan, orang-orang yang sudah tua pun bisa berubah laksana orang-orang muda. Makanya, tak sedikit juga orang tua yang karena perbuatan salahnya selama menjabat, harus menanggung malu dan meringkuk dalam penjara pada saat yang seharusnya digunakan untuk menikmati hari-hari tuanya bersama cucu dan meningkatkan ibadah kepada Allah. Itu adalah bagian dari azab di dunia, yang selanjutnya akan ditambah dengan azab yang sangat dahsyat di akhirat. Mari kita semua sebagai masyarakat yang bersyariat selalu mengedepankan aqidah agar kita semua berpijak jalan yang benar dan jalan yang diridhoi Alloh SWT. Jangan tebarkan permusuhan diantara sesama mari kita jaga Damai Aceh agar Aceh lebih maju dalam segala bidang.

Selasa, 19 Juli 2011

Jangan Korbankan Kedamaian dan Stabilitas Aceh

Mengamati kondisi terkini suhu perpolitikan di Aceh semakin menyadarkan kita bahwa budaya dan kepentingan kelompok tertentu semakin mengalahkan etika dalam berpolitik. Apakah betul politik yang dijalankan itu beretika atau semuanya hanya sandiwara aktor-aktor politik belaka? Masyarakat berharap sebagai bagian dari masyarakat yang punya hak yang sama di mata hukum menghimbau kepada seluruh elit politik agar segera meninggalkan cara-cara politik yang bisa menyengsarakan masyarakat, karena dampak dari perilaku tersebut bisa mengancam stabilitas dan perdamaian Aceh.

Polemik jadi dan tidaknya Pemilukada 2011 Aceh dilaksanakan menjadikan gaung yang begitu riuh baik dikalangan elit politik maupun masyarakat kalangan bawah. Walaupun banyak desakan untuk penundaan Pemilukada 2011 di Aceh yang disuarakan namun itu semua tidak berdasar. Komisi Independen Pemilu (KIP) Aceh harus tegas melihat fenomena ini dan tetap menjadwalkan tahapan-tahapan Pemilukada sesuai dengan ketentuan. Selama belum ada keputusan pemerintah KIP Aceh harus tetap berjalan, ada tiga hal yang menjadi syarat utama penundaan pemilu atau pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, yaitu bencana alam, konflik atau kerusuhan diseluruh wilayah atau sebagian daerah, dan ketiga tak tersedianya anggaran.

Sedang Ketiga hal itu tidak terjadi di Aceh, apalagi alasannya jangan karena adanya tekanan Partai Lokal yang menentang adanya calon perseorangan dalam Pemilukada Aceh 2011, itu di jadikan alasan untuk menunda Pemilukada itu jelas tidak ksatria dalam berpolitik. Kalah dan menang dalam dunia politik itu sudah merupakan hal yang wajar, karena disitulah masyarakat menentukan pilihannya dan sesuai dengan hati nuraninya tanpa adanya tekanan ataupun intimidasi.

Sudah jelas keputusan Mahkamah Konstutusi (MK) sudah final dalam hal ini kedudukan MK jauh lebih tinggi dibandingkan Qanun. Pernahkah untuk memahami hal itu, Aceh ini bukan milik kelompok atau perorangan Aceh adalah milik seluruh rakyat Aceh. Untuk itu rakyat secara kolektif harus bersuara melawan praktek politik pragmatis ini demi menghindari konflik yang bakal terjadi. Untuk DPRA sendiri, sebaiknya segera berpikir ulang untuk menerima kehadiran calon independen jauh itu lebih terhormat. Tidak beretika sekali rasanya jika hukum dan kedamaian serta stabilitas Aceh harus dikorbankan.