Rabu, 08 September 2010

MERDEKA DALAM KEDAMAIAN RAMADHAN

DUA momentum penting bangsa Indonesia bersamaan datang bulan Ramadhan tahun ini. Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-65 17 Agustus dan peringatan Kesepakatan Damai Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka 15 Agustus 2010 lalu. Proklamasi Kemerdekaan memang bagian yang sangat disyukuri demikian juga MoU Helsinki 2005 yang menjadi pijakan perdamaian di bumi persada.

MoU Helsinki dan Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan memang persoalan yang terpisah, namun sama-sama menyita perhatian dan korban. Jika MoU Helsinki lahir dari sebuah perjuangan panjang disertai musibah tsunami, perjuangan kemerdekaan juga mengorbankan jutaan patriot bangsa melawan kolonial. Yang pasti ada korban yang sia-sia dalam dua peristiwa bersejarah ini. MoU lahir dari buah pemberontakan ketidakpuasan perlakukan pemerintah Indonesia terhadap Aceh, Proklamasi juga lahir dari ketidakinginan dijajah dan diperintah bangsa lain. Bedanya, MoU buah dari tindakan melawan pemerintahan sendiri, Proklamasi buah perlawanan terhadap bangsa lain.

Mungkin siklus dua momentum penting jatuh pada bulan Ramadhan baru terulang puluhan tahun lagi. Maka, peringatan dua momentum sejarah Indonesia dalam bulan Puasa pantas mendapat perhatian penting dan serius. Saat lima tahun MoU Helsinki dan 65 Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI, masih banyak persoalan yang belum selesai. Persoalan itu telah mencuat sejak awal kemerdekaan antara lain, keadilan, kesejahteraan. Padahal cita-cita bangsa adalah mewujudkan adil dan makmur.

Dua momentum sejarah di bulan Ramadhan juga mengingatkan kita pada pengorbanan terutama hawa nafsu. Tidak mungkin perdamaian Aceh lahir jika nafsu masih menjadi panglima, demikian juga tiap mungkin kemerdekaan diraih jika tanpa persatuan dan ikatan batin karena logika bukan nafsu. Perspektif inilah yang melandasi dua perjuangan yang melelahkan itu. Aceh dilanda konflik hampir 35 tahun, sementara Indonesia dijajah Belanda juga hampir 350 tahun, suatu masa penjajahan yang sangat panjang.

Merdeka

Di hari Proklamasi ini tak adil jika masyarakat yang terus menuntut. Karena kekuatan negara ada pada rakyat. Pemerintah tak akan mampu bila rakyat tak mendukungnya. Saatnya saling introspeksi terhadap tanggungjawab masing-masing, sebagai negara dan rakyatnya. Bukankah Hubbul Wathan atau cinta tanah air adalah kewajiban rakyat terhadap negaranya? Baru ada arti kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar