Jumat, 02 September 2011

PEREBUTAN KEKUASAAN MENGANCAM PERDAMAIAN ACEH

Evoria kehidupan politik Aceh kian memanas, ibarat sebuah mobil bermesin diesel laju perjalanan sudah mencapai ¾ jarak tempuh, tinggal ¼ perjalanan tujuan akan tercapai. Namun kondisi nyata di lapangan, perjalanan yang sulit penuh dengan krikil tajam dan batu cadas siap menghadang. Sebuah pertanyaan besar patut kita berikan mampukah perjalanan tersebut diselesaikan?. Pesta demokrasi rakyat Aceh untuk memilih para pemimpin didaerah baik ditingkat propinsi maupun Kabupaten Kota semakin dekat, telah banyak para tokoh yang sudah melaporkan diri ke kantor KIP baik ditingkat propinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota akan maju sebagai balon kepala daerah walaupun pendaftaran balon baru akan dimulai 30 Juli sampai dengan 19 Agustus 2011 mendatang.

Namun nampaknya Pemilukada mendatang masih ada persoalan yang masih belum terselesaikan, terutama menyangkut calon perseorangan atau calon Independen yang hingga kini masih menjadi perdebatan sengit di kalangan tokoh politik, dimana masing-masing mempertahankan pendiriannya. KPA/PA dengan tegas menolak calon independen dengan diperkuat dari hasil sidang paripurna DPRA yang telah memenangkan Voting.

Padahal MK menilai Pasal 256 UU No 11/2006 (UUPA) telah menghilangkan makna demokrasi yang sesungguhnya sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang menyatakan “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. Pasal 256 UU 11/2006 tersebut tidak memberikan peluang untuk calon perseorangan dalam Pemilukada di Provinsi Aceh setelah tahun 2006, sehingga dengan sendirinya akan menghambat dan merugikan hak konstitusional bagi warga negara yang tidak mempunyai kendaraan politik atau yang tidak diusulkan oleh partai politik (independen).

MK telah mengakui adanya calon independen melalui Putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007 tanggal 23 Juli 2007. Putusan tersebut selanjutnya ditindaklanjuti oleh pembentuk undang-undang melalui perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yaitu dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU 12/2008). Dengan demikian, calon perseorangan dalam Pemilukada secara hukum berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Barometer Pemilukada 2006

Hasil Pemilukada tahun 2006 yang lalu seharusnya dapat kita jadikan barometer terhadap keberhasilan pembangunan Aceh yang telah dilaksanakan. Dari hasil pembangunan yang telah dilaksanakan baik itu skopnya tingkat Provinsi, Kabupaten atau Kota dapat kita saksikan dan rasakan siapa pemimpin yang berhasil.

Kondisi sekarang bukan saatnya lagi harus memperdebatkan tentang keputusan MK tentang calon Independen, karena keputusan itu sudah sesuai dengan Konstitusi jadi sangat rugi dengan membuang energi yang besar hanya untuk membahas persoalan yang tidak ada ujung pangkalnya. Rakyat Aceh jangan lagi disuguhkan dengan intrik-intrik kekerasan yang akan menimbulkan gesekan antar kelompok dan golongan sampai dengan memakan korban, rakyat sudah jenuh dengan kekerasan yang hanya membawa pada kesengsaraan dan penderitaan masyarakat.

Mengapa masyarakat kecil kita jadikan sebagai tolak ukur?, Sederhananya, jikalau kondisi selalu mencekam dan mencekam mereka tidak bisa mencari nafkah, jangankan untuk menabung di Bank untuk makan harian saja mereka susah. Tetapi disisi yang lain orang kaya tidak akan terlalu terpengaruh dengan kondisi yang demikian, karena mereka punya simpanan di bank, setiap saat mudah untuk dicairkan. Inilah yang harus menjadi perhatian elit politik dalam mengambil setiap kebijakan sehingga tidak merugikan orang banyak.

Harapan masyarakat untuk memilih pemimpinnya sesuai harapan dan keinginan dari manapun pemimpin itu berasal belum tentu terwujud dalam waktu dekat. Kengototan KPA/PA yang menolak calon perseorangan atau Independen semakin terlihat jelas. Beragam manuver politik dilakukan untuk memperoleh dukungan baik di tingkat bawah akar rumput ataupun pada level yang lebih tinggi yaitu menggalang Partai Politik.

Salah satu agenda KPA/PA adalah mampu mengumpulkan 17 parpol untuk mengajukan gugatan penundaan Pemilukada. Agenda besar ini sangat jelas bertujuan untuk membendung calon Indevenden agar tidak maju dalam pencalonan pada Pemilukada nanti, dari hal ini masyarakat sudah bisa menilai bahwa KPA/PA bukan memperjuangkan kepentingan rakyat akan tetapi lebih mengutamakan kelompok dan golongan untuk merebut jabatan dan kekuasaan.

Gayungpun bersambut, 178 calon perseorangan kepala daerah se-Aceh yang merasa sebagai anak bangsa mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam politik juga mendeklarasikan Pemilukada damai dan tepat waktu serta menolak usulan penundaan Pemilukada.

Carut marut perpolitikan di Aceh pada akhirnya membuat Gerah Pemerintah pusat,karena bilamana perebutan kekuasaan di motori Eks GAM/KPA/PA dibiarkan akan membawa dambak buruk dan mengancam bagi perdamaian Aceh. Tidak terkendalinya egoisme pribadi, kelompok dalam memperebutkan jabatan dan kekuasaan dapat memicu pertumpahan darah atau konflik berkepanjangan. Langkah cepat Pemerintah Pusat dengan menurunkan Tim dari Kemdagri dan Kemenko Polhukam sebagai harapan rakyat untuk dapat melaksanakan pesta Demokrasi Aceh 2011. Sangat besar harapan rakyat kepada Tim Pemerintah Pusat dalam menyelesaikan polemik Pemilukada Aceh, dengan harapan mampu mengakomodir calon perseorangan yang selama ini selalu ditentang oleh KPA/PA. Keputusan yang bijak dengan mengedepankan kepentingan rakyat serta menjaga marwah perdamaian Aceh serta mampu menyatukan semua elemen masyarakat serta menghidarkan Tanah rencong dari Konflik adalah harapan setiap insan masyarakat.

Masa depan Provinsi Aceh lima tahun kedepan sangat tergantung dari hasil Pemilukada yang dilaksanakan bulan November nanti. Berkaca pada kondisi politik saat ini, kita sebagai rakyat Aceh sudah bisa menilai siapa yang layak untuk memimpin lima tahun ke depan. Harapan masyarakat, Tokoh yang layak memimpin Provinsi Aceh adalah Putra asli Aceh yang bersih dan lama mengakar di tanah rencong, berpendidikan tinggi, mempunyai jiwa Nasionalisme, bebas KKN dan menguasai tentang hukum serta mempunyai niat untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat Aceh, bukan untuk mengambil kesempatan memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompok karena jabatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar