Selasa, 12 Juli 2011

Mencari Pemimpin Santun Sekaligus Tegas

Qanun Pemilukada Aceh yang dihasilkan oleh DPRA menuai jalan buntu, karena Gubernur tidak mau menandatanganinya. Karena keputusan DPRA tentang penolakan calon independen dalam Pemilukada Aceh 2011 sudah melanggar hukum karena keputusan Mahkamah Konstitusi(MK) sudah final. Ini artinya DPRA tidak menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi(MK). Masyarakat takut bayang-bayang kekerasan yang bisa muncul kapan saja dengan adanya kepentingan politik dari masing-masing kelompok.

Saat ini saja sudah banyak tokoh yang menyodorkan diri, memajang foto dan umbar janji. Sebagian bahkan tanpa malu-malu dan tanpa takut pada tanggung jawab yang sungguh besar bagi masa depan Aceh. Bagaimana percaya dirinya para tokoh itu mencalonkan diri bila tahu diri sebenarnya “tidak berisi”? Bagaimana mengurus rakyat dan daerah yang kondisinya saat ini carut-marut, terutama soal moralitas? Jangan-jangan seperti ambisi politikus masa lalu, selalu ada tujuan besar bagi pribadi dan kelompok, dibandingkan tujuan memperbaiki daerah ini. Kalau begitu, berarti tidak akan ada perubahan di negeri Serambi Mekkah ini.

Namun, di tengah kegalauan dan ketidaktahuan kapasitas dan integritas para tokoh itu, kita tetap masih berharap ada sosok yang tepat untuk memimpin Aceh ke depan dengan tetap memperhatikan Pilar Kebangsaan yaitu: Pancasila,Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sekecil apapun harapan itu, tetap kita tabalkan agar Aceh bisa terselamatkan dari berbagai krisis yang mengancam perdamaian Aceh.

Aceh sebagai daerah yang sedang membangun baik pembangunan aqidah da moral, maka pemimpin daerah ini haruslah orang yang tidak hanya pandai merajut kata-kata dan mengobral janji, tapi juga harus pintar menangani masalah. Dari sekarang, mari kita menimbang-nimbang di antara sekian tokoh, siapakah yang layak kita dukung dan kita pilih sebagai pemimpin Aceh ke depan? Yang layak adalah tokoh yang mempunyai komitmen kuat terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan bersungguh-sungguh mensejahterakan seluruh masyarakat Aceh.

saat ini Aceh sedang diterpa berbagai persoalan. Mulai masalah pembangunan berbagai bidang, ekonomi Aceh yang morat-marit di tengah krisis global, psikologis masyarakat yang gemar gosip dan mitos. Belum lagi persoalan moral dan aqidah kita yang begitu mudah disusupi berbagai pemahaman yang menyesatkan yang bisa membuat masyarakat kehilangan panutan. Sadarlah kembalilah kepada pemahaman yang Nasionalis jangan egois dan hilangkan kedaerahan agar bisa bersatu padu membangun Aceh.

Di sisi lain, suhu alam kini semakin ekstrim. Kita di Aceh sangat merasakan perubahan itu, dengan hujan dan angin datang tak tentu, dan panas menyengat bila matahari tak ditutupi awan. Dampaknya akan lebih terasa musim depan, musim kering yang akan membuat panen bahan pangan dan perkebunan meradang, penyakit juga akan datang dengan “wajah-wajah” baru yang lebih menyeramkan dan sulit diobati.

Maka, melalui Pemilukada kali ini, mari kita memilih pemimpin Aceh yang mampu membimbing kita meniti zaman yang penuh bala dan krisis ini. Kita harus menemukan sosok pemimpin yang mampu berpikir jauh ke depan, bersikap adil dan bekerja hanya untuk kesejahteraan masyarakat. Minimal, Aceh ke depan harus dipimpin oleh sosok yang santun dan cerdas, sekaligus tegas serta memahami tentang Pilar Kebangsaan sebagai bangsa Indonesia. Tapi adakah sosok itu di antara sekian tokoh yang sudah mengampanyekan diri selama ini? Semoga saja ada, agar Aceh bisa terselamatkan dari pemimpin yang korup dan mementingkan nasibnya sendiri. Jaga perdamaian Aceh dan tetap komitmen kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Qanun Pemilukada Aceh yang dihasilkan oleh DPRA menuai jalan buntu, karena Gubernur tidak mau menandatanganinya. Karena keputusan DPRA tentang penolakan calon independen dalam Pemilukada Aceh 2011 sudah melanggar hukum karena keputusan Mahkamah Konstitusi(MK) sudah final. Ini artinya DPRA tidak menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi(MK). Masyarakat takut bayang-bayang kekerasan yang bisa muncul kapan saja dengan adanya kepentingan politik dari masing-masing kelompok.

Saat ini saja sudah banyak tokoh yang menyodorkan diri, memajang foto dan umbar janji. Sebagian bahkan tanpa malu-malu dan tanpa takut pada tanggung jawab yang sungguh besar bagi masa depan Aceh. Bagaimana percaya dirinya para tokoh itu mencalonkan diri bila tahu diri sebenarnya “tidak berisi”? Bagaimana mengurus rakyat dan daerah yang kondisinya saat ini carut-marut, terutama soal moralitas? Jangan-jangan seperti ambisi politikus masa lalu, selalu ada tujuan besar bagi pribadi dan kelompok, dibandingkan tujuan memperbaiki daerah ini. Kalau begitu, berarti tidak akan ada perubahan di negeri Serambi Mekkah ini.

Namun, di tengah kegalauan dan ketidaktahuan kapasitas dan integritas para tokoh itu, kita tetap masih berharap ada sosok yang tepat untuk memimpin Aceh ke depan dengan tetap memperhatikan Pilar Kebangsaan yaitu: Pancasila,Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sekecil apapun harapan itu, tetap kita tabalkan agar Aceh bisa terselamatkan dari berbagai krisis yang mengancam perdamaian Aceh.

Aceh sebagai daerah yang sedang membangun baik pembangunan aqidah da moral, maka pemimpin daerah ini haruslah orang yang tidak hanya pandai merajut kata-kata dan mengobral janji, tapi juga harus pintar menangani masalah. Dari sekarang, mari kita menimbang-nimbang di antara sekian tokoh, siapakah yang layak kita dukung dan kita pilih sebagai pemimpin Aceh ke depan? Yang layak adalah tokoh yang mempunyai komitmen kuat terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan bersungguh-sungguh mensejahterakan seluruh masyarakat Aceh.

saat ini Aceh sedang diterpa berbagai persoalan. Mulai masalah pembangunan berbagai bidang, ekonomi Aceh yang morat-marit di tengah krisis global, psikologis masyarakat yang gemar gosip dan mitos. Belum lagi persoalan moral dan aqidah kita yang begitu mudah disusupi berbagai pemahaman yang menyesatkan yang bisa membuat masyarakat kehilangan panutan. Sadarlah kembalilah kepada pemahaman yang Nasionalis jangan egois dan hilangkan kedaerahan agar bisa bersatu padu membangun Aceh.

Di sisi lain, suhu alam kini semakin ekstrim. Kita di Aceh sangat merasakan perubahan itu, dengan hujan dan angin datang tak tentu, dan panas menyengat bila matahari tak ditutupi awan. Dampaknya akan lebih terasa musim depan, musim kering yang akan membuat panen bahan pangan dan perkebunan meradang, penyakit juga akan datang dengan “wajah-wajah” baru yang lebih menyeramkan dan sulit diobati.

Maka, melalui Pemilukada kali ini, mari kita memilih pemimpin Aceh yang mampu membimbing kita meniti zaman yang penuh bala dan krisis ini. Kita harus menemukan sosok pemimpin yang mampu berpikir jauh ke depan, bersikap adil dan bekerja hanya untuk kesejahteraan masyarakat. Minimal, Aceh ke depan harus dipimpin oleh sosok yang santun dan cerdas, sekaligus tegas serta memahami tentang Pilar Kebangsaan sebagai bangsa Indonesia. Tapi adakah sosok itu di antara sekian tokoh yang sudah mengampanyekan diri selama ini? Semoga saja ada, agar Aceh bisa terselamatkan dari pemimpin yang korup dan mementingkan nasibnya sendiri. Jaga perdamaian Aceh dan tetap komitmen kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar