Selasa, 19 Juli 2011

Jangan Korbankan Kedamaian dan Stabilitas Aceh

Mengamati kondisi terkini suhu perpolitikan di Aceh semakin menyadarkan kita bahwa budaya dan kepentingan kelompok tertentu semakin mengalahkan etika dalam berpolitik. Apakah betul politik yang dijalankan itu beretika atau semuanya hanya sandiwara aktor-aktor politik belaka? Masyarakat berharap sebagai bagian dari masyarakat yang punya hak yang sama di mata hukum menghimbau kepada seluruh elit politik agar segera meninggalkan cara-cara politik yang bisa menyengsarakan masyarakat, karena dampak dari perilaku tersebut bisa mengancam stabilitas dan perdamaian Aceh.

Polemik jadi dan tidaknya Pemilukada 2011 Aceh dilaksanakan menjadikan gaung yang begitu riuh baik dikalangan elit politik maupun masyarakat kalangan bawah. Walaupun banyak desakan untuk penundaan Pemilukada 2011 di Aceh yang disuarakan namun itu semua tidak berdasar. Komisi Independen Pemilu (KIP) Aceh harus tegas melihat fenomena ini dan tetap menjadwalkan tahapan-tahapan Pemilukada sesuai dengan ketentuan. Selama belum ada keputusan pemerintah KIP Aceh harus tetap berjalan, ada tiga hal yang menjadi syarat utama penundaan pemilu atau pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, yaitu bencana alam, konflik atau kerusuhan diseluruh wilayah atau sebagian daerah, dan ketiga tak tersedianya anggaran.

Sedang Ketiga hal itu tidak terjadi di Aceh, apalagi alasannya jangan karena adanya tekanan Partai Lokal yang menentang adanya calon perseorangan dalam Pemilukada Aceh 2011, itu di jadikan alasan untuk menunda Pemilukada itu jelas tidak ksatria dalam berpolitik. Kalah dan menang dalam dunia politik itu sudah merupakan hal yang wajar, karena disitulah masyarakat menentukan pilihannya dan sesuai dengan hati nuraninya tanpa adanya tekanan ataupun intimidasi.

Sudah jelas keputusan Mahkamah Konstutusi (MK) sudah final dalam hal ini kedudukan MK jauh lebih tinggi dibandingkan Qanun. Pernahkah untuk memahami hal itu, Aceh ini bukan milik kelompok atau perorangan Aceh adalah milik seluruh rakyat Aceh. Untuk itu rakyat secara kolektif harus bersuara melawan praktek politik pragmatis ini demi menghindari konflik yang bakal terjadi. Untuk DPRA sendiri, sebaiknya segera berpikir ulang untuk menerima kehadiran calon independen jauh itu lebih terhormat. Tidak beretika sekali rasanya jika hukum dan kedamaian dan stabilitas Aceh harus dikorbankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar