Selasa, 05 April 2011

Korupsi Di Aceh Kian Merajalela Pembangunan Terhenti, Masyarakat Menderita

Beberapa hari yang lalu berita yang dimuat pada harian lokal maupun harian Nasional ramai membicarakan tentang adanya tujuh (7) Kabupaten atau mungkin lebih di Provinsi Aceh, yang tidak mampu membayar gaji pegawai atau membiayai jalannya roda Pemerintahan, sehingga harus meminjam uang dengan pihak ke-3.
Bahkan seorang Menteri Dalam Negeri Bapak Gumawan Fauzi mengatakan heran “mengapa ini bisa terjadi?”. Mengapa ini terjadi..? Sebuah pertanyaan yang harus dijawab dan dijelaskan kemana uang yang berlimpah itu dilarikan. Pada kutipan terakhir Mendagri mengatakan bahwa “Kejadian ini adalah tanggung jawab seorang Gubernur, sebagai supervisi yang membawahi para Kepala Pemerintahan pada tingkat Kabupaten/Kota.
Banyak kasus yang tentunya saat ini menjadi sorotan publik, antara lain betapa banyaknya pembangunan yang macet hanya karena tidak berjalannya Pemerintahan setelah Pejabatnya diperiksa terkait kasus korupsi. Ada juga pelaksanaan pembangunan yang macet hanya karena persoalan tender yang bermasalah sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah. Memang banyak yang aneh di Provinsi ini khususnya dalam masalah korupsi, korupsi sepertinya berlangsung cukup fenomenal.
Sebagian besar masyarakat Aceh mungkin sudah mendengar dan menyaksikan berita yang dimuat surat kabar Serambi Indonesia tgl 3 April 2011 tentang perkara dugaan Korupsi dalam defosito kas Aceh Utara senilai 220 miliar, yang melibatkan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Utara.
Ini mungkin sebagian kecil kasus korupsi yang dapat mencuat kepermukaan sehingga dapat diajukan ke KPK atau aparat penegak hukum lainnya, kita yakin masih ada korupsi besar lainnya yang belum tersentuh oleh aparat penegak hukum.
Kita tentunya tidak dapat menutup mata apabila di jalan-jalan raya berseliweran mobil-mobil mewah impor yang berharga hingga miliaran rupiah. Sementara itu, di jalan-jalan yang sama kita menemukan anak-anak pengemis yang menghiba meminta uang receh.
Apakah kita semua, yang mengaku sebagai anak bangsa yang berpendidikan rela dan mau Tanah Rencong ini menjadi tempat dan surganya para Koruptor, penjahat yang berdasi? Dan apakah para Tgk dan para Alim Ulama membiarkan kota dengan gelar Serambi Mekah ini meradang ditengah penderitaan dan kemiskinan rakyatnya ?.
Sudah banyak kita lihat dan kita saksikan anak-anak yang mengalami busung lapar, karena orang tua yang tidak mampu memberi makan dan giji yang cukup kepada anaknya.
Berapa banyak lagi pengemis yang akan memadati jalan-jalan protokol dan emper-emper toko, saatnya kita harus bangkit membangun harga diri, Allah Swt berfirman yang artinya Allah Swt tidak akan merubah nasib suatu kaum kalau bukan kaum itu sendiri yang akan mengubahnya, saatnya kita semua sadar dan terbangun dari mimpi yang panjang dan melelahkan.
Para oknum pejabat korup bahkan tidak peduli pada hak-hak rakyat yang hakekatnya termasuk dalam lingkup tugas mereka. Semua itu semakin menjauhkan masyarakat miskin dari akses memperoleh pendidikan dan kesehatan. Hasrat sementara orang yang begitu kuat untuk menumpuk uang atau kebutuhan pokok hidup orang banyak mencerminkan para Pejabat Pemerintah ini kurang paham.
Seharusnya ada kesadaran dari sebuah pemahaman, bahwa apa yang terjadi belakangan ini sebagai dampak kepentingan sesaat. Saling tumpang tindih dan tidak ada koordinasi semakin menunjukkan betapa kurang mampunya pemberantasan korupsi di Tanah Rencong ini.
Akibatnya tentu saja persoalan semakin menumpuk dan rakyat hanya bisa melongo saja saat gedung-gedung sekolah yang rusak menimpa anak-anak mereka yang lagi belajar. Belum lagi jembatan yang runtuh sehingga terputusnya jalur transportasi dan membuat lumpuh segalanya. Cukup menyedihkan memang, namun inilah yang sedang terjadi saat ini.
Semua masyarakat Aceh hanya punya satu keinginan, yakni sejahtera. Tentunya untuk itu sangat diperlukan kerja keras, bukan kerja ringan tanpa perlu memeras keringat yakni dengan melakukan korupsi. Tindak korupsi bukanlah sesuatu yang sangat mulia di mata Tuhan. Itulah kesadaran yang harusnya dimiliki para pemimpin ataupun mereka yang mempunyai kekuasaan.
Korupsi hanya akan memacetkan roda pembangunan. Lihat masih cukup banyak infrastruktur di Provinsi ini yang rusak berat hanya karena kurangnya dana untuk membangunnya. Ingat pembangunan yang macet hanya akan merugikan kita semua dan masyarakat yang sangat merasakannya.
Oleh karena itu, cukuplah sudah melakukan korupsi karena pembangunan jelasnya tidak akan berjalan dengan baik karena banyak anggaran yang sudah terpenuh menjadi lebih berkurang. Jadi, sekali lagi jangan korbankan pembangunan hanya karena kepentingan sesaat. Sangat nista rasanya sebagai seorang pemimpin memanfaatkan jabatannya untuk mengambil keuntungan dari hasil jerih payah rakyatnya dan bukan haknya. Apakah tidak sadar bahwa memberikan nafkah keluarganya dengan hasil uang korupsi,akan mendatangkan penyakit dan malapetaka bagi diri dan keluarganya..? Dan yang sudah pasti kalau meninggal tempatnya di Neraka Jahanam.
Saatnya kita semua masyarakat Aceh, Para tokoh masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh adat dan para pendidik serta aparat keamanan secara terpadu mampu melakukan Penegakan hukum secara tegas dan konsekuen dalam mengatur kehidupan masyarakat di Provinsi Aceh, untuk memantapkan semangat kebangsaan masyarakat Aceh, menuju masyarakat yang adil makmur dan sejahtera utuh dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aceh kita ini sudah aman dan damai jangan biarkan kota tercinta ini kembali terkoyak oleh kepentingan kelompok dan golongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar