Rabu, 04 Mei 2011

Bendera GAM Berkibar Ditengah Kedamaian Aceh, Siapa Dalangnya?

Kebahagian dan kehangatan serta keceriaan begitu terasa, indah, aman dan damai. Suasana damai yang sudah beberapa tahun berjalan memenuhi lorong-lorong hati kita sebagai orang Aceh yang cinta damai, tiba-tiba terhenyak oleh sebuah peristiwa yang mencedrai terhadap perdamaian yang selama ini selalu kita jaga bersama.

Peristiwa itu adalah pengibaran sehelai bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di areal persawahan Gampong Pulo Pisang, Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie, Sabtu (16/4) siang.Sebagaimana diberitakan Harian Serambi Indonesia yang terbit pada hari Minggu kemarin, bendera itu dipasang pada puncak tiang yang terbuat dari pelepah kelapa setinggi lebih kurang dua meter di pematang sawah milik M.Hasan (60), warga Gampong Pulo Pisang, Pidie.

Pengibaran bendera tunggal itu dilakukan secara terang-terangan di depan M.Hasan selaku pemilik sawah, menyaksikan langsung ketika Sabtu siang itu, ia sedang membajak di sawah, tiba-tiba datang ke sawahnya Abdullah bin Basyah (60). Warga Gampong Paloh, Kecamatan Pidie itu mengeluarkan sehelai bendera berlambang “bulan bintang”. Bendera GAM itu kemudian dia pasang di ujung tiang pelepah kelapa sepanjang dua meter yang dia tancapkan di pematang sawah.

Rasa Nasionalisme muncul ketika Abdullah memasang bendera GAM, M.Hasan seorang petani dan pemilik sawah langsung melarang, tapi tak digubris pelaku. Tak lama kemudian, M.Hasan melapor ke Polisi dan aparat Kepolisian langsung turun ke lokasi. Selain mengamankan selembar bendera GAM berukuran 90 x 60 cm itu, Polisi juga menahan pelaku.

Itu adalah sebuah kronologis kejadian pengibaran bendera GAM yang dilakukan oleh Abdullah, dibalik peristiwa itu timbul sebuah pertanyaan besar, siapa Abdullah? Dan siapa yang memerintahkan dan apa maksud pengibaran bendera GAM tersebut ? Yang nyata-nyata dapat merusak dan mengganggu kedamaian yang sudah tercipta ini.

Kita patut bangga dengan keberanian dan kebesaran seorang petani M. Hasan yang berani melarang dan melaporkan pengibaran bendera GAM tersebut, Karena memang pasca Perundingan antara GAM dengan Pemerintah RI di Helsinki pada 15 Agustus 2005, maka GAM tidak boleh lagi memakai maupun menunjukkan atribut atau simbol militernya. Kesadaran seperti itu tegak sebangun dengan apa yang diatur di dalam Pasal 4.2 MoU Helsinki.

Bahwa GAM diharuskan tidak memakai lagi seragam maupun menunjukkan emblem atau simbol militernya setelah penandatangan Nota Kesepahaman Damai. Oleh karenanya, apa yang dilakukan Abdullah dengan mengibarkan bendera GAM di pematang sawah M.Hasan, jelas bertentangan dengan MoU Helsinki.

Perdamaian di Nangroe Aceh Darussalam telah berlangsung lima tahun. Pencapaian perdamaian ini, merupakan salah satu proses perdamaian yang paling berhasil di seluruh dunia sekarang ini. Perdamaian Aceh telah mampu dipertahankan dengan baik. Itu merupakan suatu esensial sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat Aceh.

Demikian dikemukakan oleh Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar, Sabtu (01/01). Hal yang sama diungkapkannya ketika menerima kunjungan, delegasi Taman Iskandar Muda (organisasi masyarakat Aceh di Jakarta) yang berkunjung ke Banda Aceh, pekan lalu.Dikatakan Nazar, setelah nota kesepakan damai ditandatangani oleh dua pihak Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinky, Finlandia, pada 15 Agustus 2005, hingga sekarang tidak ada lagi konflik berkepanjangan di Aceh. Aceh beruntung, tidak seperti proses perdamaian di negara lain yang tidak kunjung berhasil meredakan konflik.

Beberapa negara menjadi contoh nyata. Sebut saja proses perdamaian di Palestina. Atau di Filipina Selatan, dan Srilanka. Di tiga negara itu, proses perdamaian belum sepenuhnya berhasil menciptakan suasana kondusif dan belum mampu mendapatkan titik terang yang pasti.Tapi di Aceh, sejak perjanjian Helsinky disepakati, perdamaian telah tercapai mampu memberi rasa kenyamanan warga dan membangkitkan gairah perekonomian ke arah yang lebih baik dibandingkan ketika masa konflik.

Ungkapan yang disampaikan oleh Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar sudah sangat jelas untuk kita semua rakyat Aceh, jangan ciptakan lagi kondisi yang dapat menghancurkan kedamaian ini, karena kepentingan sesaat. Jangan korbankan rakyat kecil yang tidak bersalah sehingga harus menanggung penderitaan panjang.

Apapun maksud dan kepentingan pengibaran bendera GAM oleh Abdullah janganlah menjadi blunder oleh kelompok tertentu, yang sengaja dilakukan untuk memperkeruh situasi dan kondisi Aceh menjelang pesta Demokrasi Pemilukada untuk memilih Gubernur/Wakil Gubernurdan 17 (tujuh belas) Kepala Daerah untuk masa lima tahun kedepan.

Dengan adanya peristiwa pengibaran GAM ini kita semua berharap kepada seluruh aparat keamanan bertindak dengan cepat untuk menangkal segala kemungkinan yang akan terjadi dan menindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku kepada semua pelaku yang telah melakukan intimidasi ataupun melakukan makar yang dapat memecah belah keutuhan NKRI.

Perdamaian Aceh yang sudah berjalan dengan baik mari kita jaga bersama sehingga, pembangunan yang sedang digalakan disemua sektor dapat tercapai sesuai keinginan kita semua. Jangan karena kebodohan dan egoisme sempit membuat luka lama kembali menganga. Cukup penderitaan rakyat yang lalu menjadi pengalaman pahit yang tidak boleh terulang kembali.

Berikan kesempatan rakyat kecil untuk menghirup udara segar, untuk ibadah dengan kusyuk berjalan-jalan dengan anak dan keluarga ditengah suasana yang tenang, aman dan damai. Mari kita selamatkan Aceh dari kehancuran yang diinginkan oleh kelompok tertentu, jangan berikan tempat dan kesempatan untuk membuat kekacauan. Siapapun yang bertanggung jawab atas pengibaran bendera GAM, semoga memahami apa keinginan masyarakat Aceh yang sebenarnya, yaitu kedamaian dan keamanan selalu terjaga di Tanah Rencong ini, sehingga kehidupan normal yang selalu didambakan dapat berjalan dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar