Jumat, 13 Mei 2011

DPRA Lamban Menuntaskan Qanun Pemilukada Aceh 2011 Ada Apa Dengan DPRA..?

Sifat egois Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk tidak menyelesaikan pembahasan Qanun Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Aceh 2011, dinilai telah menciptakan situasi politik yang tidak kondusif di Aceh.

Akibat dari persoalan ini, Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh telah berinisiatif untuk tetap menyelenggarakan Pemilukada Aceh dengan menggunakan Qanun lama Nomor 6 Tahun 2006 sebagai dasar hukum pelaksanaan Pemilukada Aceh 2011.

Hal ini kembali memunculkan pertanyaan publik, mengenai bagaimana sikap DPRA nantinya, jika KIP melaksanakan Pilkada Aceh dengan menggunakan Qanun Nomor 6 Tahun 2006 tersebut. Hal ini juga berarti KIP secara tegas memberikan perlawanan secara politis atas keputusan yang dihasilkan oleh DPRA.

DPRA tidak dapat menolak, ataupun membatalkan apalagi melarang KIP untuk tetap menyelenggarakan Pemilukada Aceh dengan menggunakan Qanun Nomor 6 Tahun 2006 sebagai dasar hukumnya.
Tidak ada itu dalam ketentuan perundang-undangan bahwa DPRA memiliki kewenangan melarang ataupun membatalkan hasil Pemilukada Aceh yang telah dibuat oleh KIP.
Yang memiliki wewenang membatalkan hasil Pemilukada di suatu daerah, adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK). “Jadi akan sangat aneh jika DPRA nantinya tetap ngotot untuk bertahan bahwa Pilkda Aceh tidak dapat dilakukan.

Jika merunut kepada aturan perundang-undangan, DPRA wajib mengirimkan surat kepada KIP Aceh yang menjelaskan bahwa masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh telah akan berakhir. KIP juga memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan Pemilukada selambat-lambatnya 30 hari sebelum habisnya masa jabatan kepala daerah.
Mekanisme ini saja sudah tidak dilakukan oleh DPRA, seharusnya DPRA taat dan patuh terhadap sistem hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik di Aceh maupun di Indonesia, sehingga persoalan politik di Aceh tidak berdampak negatif bagi masyarakat Aceh.
Kasihan masyarakat Aceh yang menjadi korban akibat sikap DPRA yang egois, karena sikap DPRA ini akan menghabiskan energi besar bagi seluruh komponen masyarakat yang ada di Aceh nantinya, dan tentu saja hal ini juga akan berdampak pada aspek pelayanan publik yang pasti akan buruk, jika lembaga legislatif dan eksekutif di Aceh mengadu kekuatannya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar