Rabu, 29 Juni 2011

Keputusan MK Lebih Tinggi Dibandingkan Perda atau Qanun

Sikap partai nasional, yaitu Demokrat, PAN, Golkar, dan PKS terhadap calon perseorangan tetap mengacu kepada keputusan Makamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-VIII/2010 tanggal 30 Desember 2010 yang telah mencabut isi Pasal 256 UUPA tentang pembatalan pembatasan calon perseorangan hanya satu kali, sejak UUPA diundangkan.Alasan partai nasional bersikap kompak seperti itu, karena putusan MK tersebut sudah final dan mengikat semua orang dan lembaga yang berada di Indonesia, termasuk di Aceh yang memiliki keistimewaan dan kekhususan.

Sikap yang diambil oleh Partai Nasional dalam Sidang Paripurna DPRA, 28 Juni 2011 merupakan sikap yang menghomati keputusan pemerintah. Hal ini merupakan pembelajaran Demokrasi yang sedang berjalan bagi rakyat Aceh, menolak keputusan Mahkamah Konstitusi(MK) tentang calon independen pada Pemilukada Aceh 2011 merupakan masalah baru yang akan dihadapi Masyarakat Aceh.

Penolakan Partai Aceh terhadap calon idependen adalah bentuk intimidasi yang dilakuka oleh Partai Aceh terhadap rakyat Aceh, karena merupakan bentuk pemaksaan guna memenuhi ambisi Partai Aceh menancapkan kekuasaannya di Aceh, hal ini dapat membawa dampak yang kurang sehat bagi keberlangsungan demokrasi yang sedang tumbuh di Aceh.

Partai Aceh merasa paling hero”pejuang” untuk rakyat Aceh, padahal sebaliknya sekarang yang ada mereka akan membuat persatuan masyarakat Aceh pecah,karena sikap Partai Aceh yang egois. Arogansi anggota KPA/PA merupakan bentuk penjajahan baru dimuka bumi Aceh dan terhadap masyarakat Aceh. Kebesaran partai tidak bermakna apabila mempunyai tujuan yang sudah tidak memihak pada seluruh rakyat Aceh melainkan hanya pada kelompoknya saja yang pro.

dalam hirarki perundang-undangan di Indonesia, Keputusan MK jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Perda atau qanun. Putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007 tanggal 23 Juli 2007 yang intinya membolehkan calon independen ikut serta dalam pemilukada aceh adalah bersifat final dan mengikat. Maka sikap gigih PA untuk melawan putusan MK tersebut adalah sia-sia….!!! Jika PA tetap bertahan MENOLAK CALON INDEPENDEN, sama saja PA bunuh diri, karena sebentar lagi PA akan ditinggalkan oleh para pemilihnya…..

Selama Aceh masih bagian tak terpisahkan dari NKRI, maka ia HARUS PATUH pada hirarki hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Menolak putusan MK tentang keikutsertaan calon independen dalam pemilukada Aceh dan membubarkan KIP, sama saja melawan badai. Sikap PA ini sangat jelas bersifat tendensius. Ini adalah bentuk permainan politik kotor untuk melanggengkan dan menguatkan kekuasaan mereka di masyarakat. Padahal sebagian besar rakyat Aceh sudah jenuh dan terauma dengan para elit dari GAM/KPA/PA karena tidak membawa kemajuan bagi rakyat Aceh.

Masyarakat kiranya sadar dan paham akan politik yag berkembang di Aceh, menjadika pembelajaran yang berharaga dan bisa menentukan pilihan yang benar-benar Nasionalis dan mempunyai Pilar Kebangsaan yang kuat terhadap Negara yang kita cintai bersama ini. Kita semua berharap dalam Pemilukada nanti dapat memilih pemimpin yang amanah bukan memilih pemimpin yang perampas, artinya benar-benar pemimpin yang di pilih rakyat bukan pemimpin yang dipilih dengan kecurangan. Tetap kita semua menjaga perdamaian Aceh agar kita semua bisa merasakan perdamaian yang abadi dalam Naungan NKRI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar